Minggu, 30 Juni 2013

sistem pencernaan ternak ruminansiah

sistem pencernaan ternak ruminansiah Sistem Pencernaan Hewan Ruminansia – Sahabat Pustakers, pada kesempatan kali ini Pustaka sekolah akan share mengenai sistem pencernaan hewan Ruminansia pemamah biak. Hewan pemamah biak atau ruminansia memiliki susunan gigi yang berbeda dengan manusia. gigi yang berkembang pada hewan pemamah biak adalah gigih geraham karena diperlukan untuk mencernakan makanan yang berserat. Gigi seri dierlukan untuk menjepit dan memotong makanan berupa rumput. Jenis makanan berupa rumput dan sejenisnya sukit untuk dicernakan sehingga sistem pencernaan hewan ruminansia lebih kompleks daripada manusia, baik strukturnya maupun caranya. sistem Pencernaan Hewan ruminansia Lambung ruminansia seperti domba, kerbau dan sapi terdiri atas rumen (perut besar), retikulum (perut jala), omasum (perut kitab), dan abomasum (perut masam). Rumput yang ditelan masih kasar dan masuk ke dalam rumen dan retikulum untuk menjalani proses pencernaan secara mekanik oleh gerakan dindingnya yang tebal. Pencernaan tersebut terjadi secara kimia oleh bakteri fermentasi (respirasi anaerob) sehingga dihasilkan bubur makanan yang relatif masih kasar. Jika sudah merasa kenyang, pemasukan makanan dihentikan. Makanan yang berupa bubur kasar dari retikulum sedikit demi sedikit akan dikembalikan ke mulut dan mengalami pencernaan secara kimia oleh air ludah yang ber-PH netral. Di dalam mulut, selulosa alam akan diubah menjadi glukosa oleh enzim selulose. Selain itu , glukosa akan diubah menjadi asam lemak, CO2, dan CH4. Setelah dari mulut, makanan yang menjadi lebih halus akan masuk ke omasum dan mengalami pencernaan secara mekanik, kemudian akan diteruskan ke dalam abomasum. Abomasum serupa dengan lambung manusia. di dalam abomasum, makanan akan mengalami pencernaan secara mekanik oleh dinding abomasum dan pencernaan secara kimia oleh enzim-enzim yang dihasilkannya. Di dalam abomasum juga terjadi pencernaan oleh bakteri yang bersimbiosis dengan hewan tersebut. makanan dari abomasum masuk ke dalam usus halus untuk dicernakan lebih lanjut. Pada ruminansia, terdapat enzim selulose yang berfungsi mencerna selulosa. Enzim ini tidak terdapat pada manusi. Adapun pada kuda, pencernaan selulosa terjadi hanya satu kali, yakni didalam usus buntu. Oleh karena itu, feses sapi dan kerbau lebih halus daripada feses kuda. secara singkat, alur mekanisme pencernaan hewan pemamah biak adalah sebagai berikut: Mulut => kerongkongan => rumen => retikulum => kerongkongan => orasum => abomasum => usus halus => usus besar => anus. Hewan Herbivor, seperti berang-berang atau beaver (aplodonatia sp), memiliki taring bawah dan taring atas yang besar yang digunakan untuk mengerat tumbuhan. Hewan ini tidak memiliki gigi seri, sedangkan badak tidak memiliki gigi taring dan gigi seri. Adapun hewan karnivor, seperti kucung, memiliki gigi taring, gigi seri dan geraham untuk menguyah makanan. Demikianlah Artikel Pustaka sekolah yang membahas mengenai sistem pencernaan pada hewan ruminansia atau pemamah biak, semoga artikel ini tentunya dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi kita semua[ps] Read more: http://www.pustakasekolah.com/sistem-pencernaan-hewan-ruminansia.html#ixzz2XiyaDvXy

Defenisi dan Fungsi Sistem Sirkulasi darah

Defenisi dan Fungsi Sistem Sirkulasi darah Defenisi dan Fungsi Sistem Sirkulasi Sistem sirkulasi darah adalah suatu sistem organ yang berfungsi memindahkan zat ke dan dari sel. Sistem ini juga menolong stabilisasi suhu dan pH tubuh (bagian dari homeostasis). Sistem sirkulasi dibagi dalam dua bagian besar yaitu sistem kardiovaskular (peredaran darah) dan sistem limfatik. Sistem kardiovaskular terdiri atas jantung, yang memompa dan mempertahankan aliran darah, arteri yang mengangkut darah pergi dari jantung, arteriol, pembuluh kecil yang menuju ke pembuluh yang lebih kecil lagi yaitu kapiler, venul, pembuluh halus yang menampung isi kapiler Fungsi sirkulasi adalah untuk memenuhi kebutuhan jaringan tubuh, untuk mentranspor zat makanan ke jaringan tubuh, mentranspor produk-produk yang tidak berguna, menghantarkan hormon dari suatu bagian tubuh ke bagian tubuh yang lain, dan secara umum untuk memelihara lingkungan yang sesuai di dalam seluruh jaringan tubuh agar sel bisa bertahan hidup dan berfungsi secara optimal. Kecepatan aliran darah yang melewati sebagian besar jaringan dikendalikan oleh respon dari kebutuhan jaringan terhadap zat makanan. Jantung dan sirkulasi selanjutnya dikendalikan untuk memenuhi curah jantung dan tekanan arteri yang sesuai agar aliran darah yang mengalir di jaringan sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. Sirkulasi dibagi menjadi dua yaitu, sirkulasi sistemik dan sirkulasi paru. Karena sirkulasi sistemik menyuplai aliran darah ke seluruh jaringan tubuh kecuali paru, dapat juga disebut sirkulasi besar atau sirkulasi perifer. Bagian fungsional sirkulasi, fungsi arteri adalah untuk mentransport darah ke jaringan di bawah tekanan yang tinggi. arteriol merupakan cabang-cabang kecil yang terakhir dari sistem arteri dan berfungsi sebagai saluran kendali untuk menentukan darah yang akan di lepaskan ke kapiler. Aeteriol memiliki dinding otot yang kuat seingga dapat menutup arterio secara total, atau dengan berelaksasi dapat mendilatasi arteriol hingga beberapa kali lipat. Fungsi kapiler adalah untuk pertukaran cairan, zat makanan, elektrolit, hormon, dan bahan-bahan lainnya antara darah dan cairan interstisial. Untuk dapat melakukan peran ini, dinding kapiler bersifat sangat tipis dan memiliki banyak pori-pori kapiler yang sangat kecil, yang permeable terhadap air dan zat bermolekul lainnya. Venula mengumpulkan darah dari kapiler dan secara bertahap bergabung menjadi vena yang semakin besar. Vena berfungsi sebagai saluran untuk mengangkut darah dari venula kembali ke jantung yang sama pentingnya juga, vena berperan sebagai penampung darah utama ekstra.

Sistem Respirasi Burung

Sistem Respirasi Burung Pada burung, tempat berdifusinya gas pernapasan hanya terjadi di paru-paru. Paru-paru burung berjumlah sepasang dan terletak dalam rongga dada yang dilindungi oleh tulang rusuk. Jalur pernapasan pada burung berawal di lubang hidung. Pada tempat ini, udara masuk kemudian diteruskan pada celah tekak yang terdapat pada dasar faring yang menghubungkan trakea. Trakeanya panjang berupa pipa bertulang rawan yang berbentuk cincin, dan bagian akhir trakea bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri. Dalam bronkus pada pangkal trakea terdapat sirink yang pada bagian dalamnya terdapat lipatan-lipatan berupa selaput yang dapat bergetar. Bergetarnya selaput itu menimbulkan suara. Bronkus bercabang lagi menjadi mesobronkus yang merupakan bronkus sekunder dan dapat dibedakan menjadi ventrobronkus (di bagian ventral) dan dorsobronkus ( di bagian dorsal). Ventrobronkus dihubungkan dengan dorsobronkus, oleh banyak parabronkus (100 atau lebih). Parabronkus berupa tabung tabung kecil. Di parabronkus bermuara banyak kapiler sehingga memungkinkan udara berdifusi. Selain paru-paru, burung memiliki 8 atau 9 perluasan paru-paru atau pundi-pundi hawa (sakus pneumatikus) yang menyebar sampai ke perut, leher, dan sayap. Pundi-pundi hawa berhubungan dengan paru-paru dan berselaput tipis. Di pundi-pundi hawa tidak terjadi difusi gas pernapasan; pundi-pundi hawa hanya berfungsi sebagai penyimpan cadangan oksigen dan meringankan tubuh. Karena adanya pundi-pundi hawa maka pernapasan pada burung menjadi efisien. Pundi-pundi hawa terdapat di pangkal leher (servikal), ruang dada bagian depan (toraks anterior), antara tulang selangka (korakoid), ruang dada bagian belakang (toraks posterior), dan di rongga perut (kantong udara abdominal). Fungsi kantung udara : - membantu pernafasan terutama saat terbang - menyimpan cadangan udara (oksigen) - memperbesar atau memperkecil berat jenis pada saat burung berenang - mencegah hilangnya panas tubuh yang terlalu banyak Masuknya udara yang kaya oksigen ke paru-paru (inspirasi) disebabkan adanya kontraksi otot antartulang rusuk (interkostal) sehingga tulang rusuk bergerak keluar dan tulang dada bergerak ke bawah. Atau dengan kata lain, burung mengisap udara dengan cara memperbesar rongga dadanya sehingga tekanan udara di dalam rongga dada menjadi kecil yang mengakibatkan masuknya udara luar. Udara luar yang masuk sebagian kecil tinggal di paru-paru dan sebagian besar akan diteruskan ke pundi- pundi hawa sebagai cadangan udara. Udara pada pundi-pundi hawa dimanfaatkan hanya pada saat udara (O2) di paru - paru berkurang, yakni saat burung sedang mengepakkan sayapnya. Saat sayap mengepak atau diangkat ke atas maka kantung hawa di tulang korakoid terjepit sehingga oksigen pada tempat itu masuk ke paru-paru. Sebaliknya, ekspirasi terjadi apabila otot interkostal relaksasi maka tulang rusuk dan tulang dada kembali ke posisi semula, sehingga rongga dada mengecil dan tekanan menjadi lebih besar dari tekanan di udara luar akibatnya udara dari paru-paru yang kaya karbon dioksida keluar. Bersamaan dengan mengecilnya rongga dada, udara dari kantung hawa masuk ke paru-paru dan terjadi pelepasan oksigen dalam pembuluh kapiler di paru-paru. Jadi, pelepasan oksigen di paru-paru dapat terjadi pada saat ekspirasi maupun inspirasi. Pernapasan pada burung di saat hinggap adalah sebagai berikut. Burung mengisap udara lalu udara mengalir lewat bronkus ke pundi-pundi hawa bagian belakang bersamaan dengan itu udara yang sudah ada di paru-paru mengalir ke pundi - pundi hawa, udara di pundi-pundi belakang mengalir ke paru-paru lalu udara menuju pundi - pundi hawa depan. Kecepatan respirasi pada berbagai hewan berbeda bergantung dari berbagai hal, antara lain, aktifitas, kesehatan, dan bobot tubuh. Pernafasan burung saat terbang : Saat terbang pergerakan aktif dari rongga dada tidak dapat dilakukan karena tulang dada dan tulang rusuk merupakan pangkal perlekatan otot yang berfungsi untuk terbang. Saat mengepakan sayap (sayap diangkat ke atas), kantong udara di antara tulang korakoid terjepit sehingga udara kaya oksigen pada bagian itu masuk ke paru-paru.

Sel dan sistem organ pada ternak

Nama : rizal thudhonni Nim : c31120994 Fisiologi Ternak – Sel dan sistem organ pada ternak Sel adalah bangunan bermembran yang merupakan unit terkecil penyusun tubuh hewan (Isnaeni, 2006). Walaupun struktur sel terdiri atas beberapa bagian, namun Isnaeni berpendapat bahwa pengkajian sifat fisika dan kimia sel akan didekati dengan mengkaji sifat fisika dan kimia dari protoplasma. Hal tersebut dikarenakan protoplasma merupakan bagian terbesar dari sel berbentuk zat kental seperti jelly yang sebagian besar terdiri atas protein. Soeharsono dan Adriani (2010) menyebutkan bentuk dan ukuran sel berbeda-beda bergantung pada fungsi jaringan atau organ yang dibentuknya. Sebagai contoh, bentuk sel saraf umumnya panjang-panjang, sel tulang banyak mengandung bagian yang membentuk jaringan kuat, sel otot panjang-panjang dan longgar, sel jantung mempunyai sincitium, sel kelenjar bulat-bulat, dan sel darah terpisah-pisah. Jaringan dan organ melakukan fungsi fisiologi penting dalam kehidupan. Setiap organ berasosiasi dengan pembuluh darah agar suplay nutrisi dan hormon terpenuhi. Sedangkan jenis sistem dan organ pada ternak yang terbentuk oleh sel adalah : Sistem Reproduksi Sistem Urinari Sistem Sirkulatori Hematologi Sistem Respiratori Sistem Gastrointestinal Sistem Kerangka Sistem Otot Sistem Integument Sistem Saraf Sistem Endokrin Sistem Ekskresi Pada dasarnya struktur sel terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu membran sel dan sitoplasma. Di dalam sitoplasma tersuspensi berbagai organel sel, yaitu: Mitokhondria Golgi Apparatus Secretory Vesicle Ribosomes Lysosomes Retikulum Endoplasma Inti Sel Sentriol Sistem urinari ternak terdiri dari organ urinari yaitu sistem yang bertanggungjawab terhadap berlangsungnya berbagai produk yang akan dibuang dan sangat penting untuk mempertahankan keadaan yang relatif konstan dari lingkungan internal di dalam tubuh ternak (Soeharsono, dkk, 2010). Dalam konteks tersebuut, Isnaeni (2006) menyebutkan bahwa yang dimaksud lingkungan internal adalah cairan tubuh. Sistem sirkulatori ternak atau sistem kardiovaskular terdiri dari organ sirkulatori atau organ kardiovaskular yaitu sistem yang pada hakekatnya mempelajari bagaimana darah didistribusikan dalam tubuh ternak (Soeharsono dan Mushawir, 2010). Menurut Isnaeni (2006), sistem sirkulasi secara garis memiliki tiga fungsi utama. Sistem respiratori ternak atau sistem respirasi atau sistem pernapasan terdiri dari organ respirasi yaitu sistem yang berfungsi untuk memproses pertukaran gas oksigen dan karbondioksida sebagai rangkaian kegiatan kimia dan fisika dalam tubuh ternak dengan lingkungan sekitarnya. (Soeharsono, dkk, 2010) dan Isnaeni (2006). Oksigen yang diperoleh hewan dari lingkungannya digunakan untuk proses fosforilasi (metabolisme) oksidatif untuk merubah makanan menjadi energi. Dalam kaitan ini maka muncul istilah respirasi aerob dan respirasi anaerob. Sementara itu, karbondioksida merupakan produk akhir yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Dalam kaitan ini, maka sistem dan organ respirasi berarti erat hubungannya dengan sistem ekskresi. Menurut Soeharsono dan Mushawwir (2010), selain untuk pertukaran udara, sistem dan organ respiratori memiliki sejumlah fungsi lain. Selain itu, disebutkan pula bahwa respirasi ternyata menyangkut dua proses yang berbeda, yaitu respirasi eksternal dan respirasi internal. Sehubungan dengan tatalaksana peternakan maka muncul istilah respiratory quotient (RQ) yang sangat berharga dalam pengembangan jenis pakan dan kebutuhan nutrisi ternak, yang, pada giliranya dapat mengukur laju relatif metabolisme lemak, karbohidrat dan protein. Sistem gastrointestinal ternak atau sistem pencernaan ternak terdiri dari organ pencernaan yaitu sistem yang berfungsi untuk melakukan suatu proses sedemikian rupa sehingga makanan dapat diserap dan digunakan oleh sel tubuh ternak secara kimia dan fisika (Soeharsono dan Hernawan, 2010). Pada prinsipnya pakan yang masuk ke dalam tubuh ternak akan diubah menjadi energi dalam upaya mempertahankan kondisi homeostatis. Namun energi yang terkandung di dalam pakan ternak tersebut tidak dapat langsung digunakan karena ukurannya yang masih kompleks. Untuk itulah diperlukan sistem pencernaan. Seperti diketahui pakan merupakan faktor produksi dengan biaya tertinggi dalam usaha peternakan. Berdasarkan organ pencernaannya, khususnya tipe lambung yang dimilikinya, maka ternak dibagi menjadi ternak monogastrik dan ternak ruminansia. Walaupun ternak unggas termasuk ke dalam ternak monogastrik, namun ternak unggas memiliki alat pencernaan yang berbeda dengan ternak monogastrik lainnya. Secara umum setiap ternak memiliki beberapa kesamaan, yaitu dalam hal proses mencerna, zat makanan yang dihasilkan, proses penyerapan, dan distribusi oleh darah ke seluruh sel dalam tubuh ternak. Sistem otot ternak terdiri dari berbagai macam otot yaitu sistem yang berfungsi sebagai alat gerak, menyimpan glikogen dan menentukan fostur tubuh ternak. (Soeharsono dan Mushawwir, 2010). Sistem otot sangat penting untuk bidang peternakan, karena pada dasarnya hasil produksi ternak yang menjadi komoditas ekonomi adalah otot atau lebih dikenal di pasar sebagai daging. Selain daging, hasil produksi ternak lainnya adalah telur dan susu, serta hasil sampingan lainnya seperti kulit, wol dan tulang. Sistem integument ternak terdiri dari organ kulit dan bentuk kulit lainnya pada ternak yaitu sistem yang berfungsi untuk : membantu regulasi suhu tubuh melalui radiasi, konveksi, evaporasi, dan konduksi. mengatur keluar masuk insulasi panas melalui vasokonstriksi dan vaso dilatasi. memproteksi ternak dari luka secara mekanis, bahan beracun, irradiasi melalui lapisan lemak, bulu, kuku, rambut dan lapisan kulit bertanduk. bertindak sebagai organ ekskretori dan sekretori melalui keringat dan seburm. bertindak sebagai organ sensori karena mengandung ujung syaraf dan organ akhir yang menerima rangsangan melalui perabaan, suhu dan rangsangan sakit. membentuk vitamin D untuk metabolisme kalsium dan fosfor. sebagai antibakteri dan antijamur. Sistem saraf ternak terdiri dari organ saraf yaitu sistem pada ternak yang berfungsi untuk menerima dan merespon rangsangan (Soeharsono, dkk, 2010). Menurut Isnaeni (2006), walaupun sistem saraf dan sistem endokrin memiliki perbedaan dalam hal cara kerja, namun kedua sistem tersebut seyogyanya merupakan sistem organ yang diperlukan untuk bersama-sama menyelenggarakan fungsi kendali dan koordinasi secara serasi, sehingga dikenal pula sebagai sistem neurohormon atau sistem neuroendokrinal. Sistem endokrin ternak atau sistem hormonal atau sistem kelenjar buntu terdiri dari organ hormon adalah sistem yang berfungsi untuk memproduksi hormon yang mengatur dan mengendalikan aktivitas metabolisme, pertumbuhan, reproduksi, regulasi osmotik dan regulasi ionik pada tubuh ternak, (Soeharsono, dkk, 2010, dan Isnaeni, 2006). Walaupun sistem endokrin dan sistem saraf secara bersama-sama lebih dikenal sebagai supra sistem neuroendokrin yang bekerja secara kooperatif untuk menyelenggarakan fungsi kendali dan koordinasi pada tubuh ternak. Namun demikian, kedua sistem ini ternyata memiliki perbedaan cara kerja.

SISTEM PERNAFASAN UNGGAS

SISTEM PERNAFASAN UNGGAS nim :c31120994 nama : rizal tudhonni Sistem respirasi adalah suatu proses pertukaran gas oksigen (O2) dari udara oleh organisme hidup yang digunakan untuk serangkaian metabolisme yang akan menghasilkan karbondioksida (CO2) yang harus dikeluarkan, karena tidak dibutuhkan oleh tubuh. Setiap makhluk hidup melakukan pernafasan untuk memperoleh oksigen O2 yang digunakan untuk pembakaran zat makanan di dalam sel-sel tubuh. Alat pernafasan setiap makhluk tidaklah sama, pada hewan invertebrata memiliki alat pernafasan dan mekanisme pernafasan yang berbeda dengan hewan vertebrata. Ada dua jenis respirasi yang terjadi di dalam tubuh makhluk hidup yaitu respirasi internal dan respirasi eksternal. Respirasi internal adalah proses absorpsi oksigen dan pelepasan karbon dioksida dari sel. Sedangkan respirasi eksternal adalah proses penggunaan oksigen oleh sel tubuh dan pembuangan sisa hasil metabolisme sel yang berupa O2 ( Wiwi Isnaeni, 2006). Sistem respirasi pada unggas (ayam) terdiri dari nasal cavities, larynx, trachea (windpipe), syrinx (voice box), bronchi, bronchiale dan bermuara di alveoli. Oleh karena unggas memerlukan energi yang sangat banyak untuk terbang, maka unggas memiliki sistem respirasi yang memungkinkan untuk berlangsungnya pertukaran oksigen yang sangat besar per unit hewan. Untuk melengkapi kebutuhan oksigen yang tinggi tersebut maka anatomi dan fisiologi sistem respirasi unggas sangat berbeda dengan mammalia. Perbedaan utama adalah fungsi paru-paru. Pada mammalia, otot diafragma berfungsi mengontrol ekspansi dan kontraksi paru-paru. Unggas tidak memiliki diafragma sehingga paru-paru tidak mengembang dan kontraksi selama ekspirasi dan inspirasi. Paru-paru hanyalah sebagai tempat berlangsungnya pertukaran gas di dalam darah (Sembiring, 2009). Terdapat lima fungsi utama dari sistem respirasi, yaitu: 1. Menyediakan permukaan untuk pertukaran gas antara udara dan sistem aliran darah. 2. Sebagai jalur untuk keluar masuknya udara dari luar ke paru-paru. 3. Melindungi permukaan respirasi dari dehidrasi, perubahan temperatur, dan berbagai keadaan lingkungan yang merugikan atau melindungi sistem respirasi itu sendiri dan jaringan lain dari patogen. 4. Sumber produksi suara termasuk untuk berbicara, menyanyi, dan bentuk komunikasi lainnya. 5. Memfasilitasi deteksi stimulus olfactory dengan adanya reseptor olfactory di superior portion pada rongga hidung. Apabila dibandingkan dengan mammalia, paru-paru ayam relatif lebih kecil secara proporsional dengan ukuran tubuhnya. Paru-paru tersebut mengambang dan berkontraksi hanya sedikit karena tidak terdapat diafragma sejati. Paru-paru maupun kantung udara berfungsi sebagai cooling mechanism (mekanisme pendinginan) bagi tubuh apabila panas tubuh dikeluarkan lewat pernapasan dalam bentuk uap air. Laju respirasi diatur oleh kandungan karbon dioksida dalam darah. Apabila kandungan karbon dioksida meningkat, maka laju pernapasan juga akan meningkat. Laju pernapasan bervariasi antara 15-25 siklus/menit pada ayam yang sedang istirahat . 2.1.1 Organ Sistem Respirasi Pada Ayam Burung bernafas menggunakan paru-paru dan dibantu dengan pudi-pundi udara/paru-paru tambahan. Fungsi pundi-pundi udara adalah : 1. Membantu penafasan 2. Menjaga suhu tubuh dan mencegah kehilangan panas tubuh 3. Membantu memperkeras suara dengan dengan memperbesar ruang siring 4. Meringankan tubuh pada saat terbang (Wiryadi, 2008). Ayam merupakan salah satu ternak yang termasuk dalam kelas aves. Adapun organ-organ yang berkaitan dalam sistem pernafasan paada aves, yaitu: 1. Nares Anteriores (lubang hidung), berjumlah sepasang terdapat pada pangkal rostrum bagian dorsal. 2. Nares Posteriores, lubang pada palatum, hanya 1 buah, terletak di tengah. 3. Glottis, terletak tepat di belakang pangkal lidah dan melanjutkan ke caudal, ke dalam larynx. Glottis ini berhubungan dengan rongga mulut melalui celah yang disebut rima Glottis 4. Larink, bagian yang disokong oleh cartilago cricoidea, dan cartilago arytenoidea yang berjumlah sepasang. 5. Trachea adalah lanjutan larynx ke arah caudal. Ini berupa suatu pipa mempunyai cincin-cincin tulang yang disebut annulus trechealis. 6. Bronchus adalah percabangan trachea ke kanan dan ke kiri, disebut Bronchus dexter dan sinister. Tempat percebangan branchiatadi disebut bifurcatio tracheae. Bronchi ini masih terbagi, ke dalam bronchi leteralis yang masing-masing akan terbagi lagiparabronchi. 7. Pulmo, terdapat pada ujung-ujung bronchi berjumlah sepasang, melekat pada dinding dorsal thorax. Pulmo ini dibungkus oleh selaput yang disebut pleura. Pulmo mempunyai hubungan dengan kantong-kantong hawa yang disebut saccus pneumaticus yang terdiri dari: a. Saccus abdominalis, terdapat diantara lipatan intestinum. b. Saccus trhoracalis anterior, terletak pada dinding sisi tubuh pada rongga dada sebelah muka. c. Saccus thoracolis posterior, terletak tepat di belakang saccus thoracolis anterior. d. Saccus interclavicularis, terletak di median, hanya satu buah dan berhubungan dengan kedua pulmo. e. Saccus cervicalis, terletak pada pangkal leher, berjumlah sepasang. f. Saccus axillaris, yaitu saccus yang dibentuk oleh penonjolan sisi-sisi dari saccus interreclavicularis yang terdapat pada daerah ketiak. 8. Syrinx, terdapat pada bifurcatio tracheae. Tersusun dari beberapa annulus trachealis yang paling caudal dan annulus bronchialisyang paling cranial. Alat ini membatasi suatu ruangan yang agak melebar yang disebut tympanum. Pada bagian trachea yang tercaudal terdapat suatu cartilago yang terletak melintang dan ventral ke dorsal, yang disebut pessulus. Pessulus ini menyokong suatu lipatan yang disebut membran seminularis. Adapun otot-otot yang terdapat di trachea dan syarinx, yaitu: 1. Musculus syringealis intrinsic, sepasang berorigo pada dinding trchea, dan berinsertio pada syrinx. 2. Musculus sterno trachealis, sepasang berorigo pada sternum dan berisertio pada trachea. Suara pada aves dihasilkan oleh getaran dari membrana seminularis. Getaran ini terjadi karena hasil kerja otot-otot di atas. Rongga hidung dilengkapi dengan silia (bulu getar) yang berperan menyaring partikel-partikel yang tercampur udara yang dihirup ayam, seperti debu maupun bibit penyakit (virus maupun bakteri). Sedangkan pada bagian trakea, bronkus dan bronkeolus dilengkapi dengan sel-sel epitel yang juga mempunyai bulu getar dan sel tak bersilia yang akan menghasilkan lendir yang mengandung enzim proteolitik dan surfaktan. Adanya enzim dan surfaktan (penurun tegangan permukaan) tersebut mampu menghancurkan beberapa mikroorganisme patogen. Silia hidung hanya mampu menahan partikel berukuran 3,7-7,0 mikron, sedangkan partikel yang lebih kecil lagi akan lolos dan bertahan di saluran pernapasan ayam. Perlu diketahui juga ukuran partikel yang berada di udara kebanyakan memiliki diameter 1-5 mikron, sedangkan ukuran virus atau bakteri lebih kecil lagi contohnya bakteri Mycoplasmaberukuran 0,25-0,5 mikron atau virus AI hanya berdiameter 0,08-0,12 mikron. Bisa dibayangkan jika silia mengalami kerusakan (misalnya oleh kadar amonia yang tinggi), maka bibit penyakit akan dengan mudah masuk ke saluran pernapasan dan pada akhirnya ayam akan mengalami gangguan pernapasan yang berujung pada terjadinya kasus penyakit. 2.1.2 Skema Respirasi Pada Ayam Dalam sistem respirasi burung tidak memiliki diafragma, melainkan, udara berpindah dan keluar dari sistem pernapasan melalui perubahan tekanan pada kantung udara. Otot yang berada di dada menyebabkan sternum yang akan mendorong ke luar. Hal ini mengakibatkan tekanan negatif di udara kantung, sehingga udara memasuki sistem pernapasan. 2.1.3 Siklus Respirasi Pada Ayam Siklus respirasi pada ayam berbeda dengan sistem respirasi pada ternak ruminansia. Karena ruminansia termasuk ternak mamalia, namun secara garis besar siklus respirasi pada ayam sama dengan siklus respirasi pada aves. Berikut adalah siklus-siklus respirasdi yang terdapat pada ayam: a. Selama inspirasi pertama, perjalanan udara melalui lubang hidung, ( juga disebut nares yang terletak di sambungan antara bagian atas paruh atas dan kepala). Seperti dalam mamalia, udara bergerak melalui lubang hidung ke rongga hidung. Dari rongga hidung udara melalui larink dan ke trakhea. Udara bergerak melalui trakhea ke syrink, yang terletak di titik sebelum trakhea membagi dua. Yang kemudian mengalir melalui syrink. Udara tidak pergi langsung ke paru-paru, tetapi perjalanan ke posterior (kantung udara ekor). Sejumlah kecil udara akan melewati melalui kantung udara ekor untuk paru-paru. b. Selama expirasi pertama, udara dipindahkan dari posterior menuju ke kantung udara melalui ventrobronchi dan dorsobronchi ke paru-paru. Bronkus akan membelah udara ke saluran kapiler dengan diameter yang lebih kecil. Darah kapiler mengalir melalui kapiler udara dan ini adalah tempat oksigen dan karbondioksida dipertukarkan. c. Ketika burung mengulangi inspirasi kedua kalinya, udara bergerak ke kantung-kantung udara tengkorak. d. Ekpirasi kedua udara bergerak keluar dari udara tengkorak kantung, melalui syrink ke trakhea, melalui laring, dan akhirnya melalui rongga hidung dan keluar dari lubang hidung (Foster dan Smith, 2007) 2.1.4 Macam-Macam Sistem Mekanisme Respirasi Pada Ayam Sistem mekanisme pernafasan pada ayam menjadi dua macam, yaitu: 1. Pernafasan pada waktu istirahat Pernapasan pada burung di saat hinggap adalah sebagai berikut. Burung mengisap udara lalu udara mengalir lewat bronkus ke pundi-pundi hawa bagian belakang bersamaan dengan itu udara yang sudah ada di paru-paru mengalir ke pundi – pundi hawa, udara di pundi-pundi belakang mengalir ke paru-paru lalu udara menuju pundi – pundi hawa depan. Kecepatan respirasi pada berbagai hewan berbeda bergantung dari berbagai hal, antara lain, aktifitas, kesehatan, dan bobot tubuh. Pernafasan ini dilakukan ketika aves dalam kondisi istirahat. Pars ternalis costae dan pars vertibralis costae, keduanya dihubungkan oleh suatu persendiaan, sehingga dapat digerakkan. Adapun fase-fase yang terjadi ketika pernafasan istirahat, yaitu: a. Fase inspiratio, pada fase ini costae bergerak ke arah cranioventral, sehingga cavum thornealis membesar, pulmo mengembang sehingga udara masuk ke dalam pulmo. b. Fase expiratio, pada fase ini costae kembali ke kedudukan semula, cavum thornealis mengecil. Polmu mengempis, udara keluar dari pulmo. 2. Pernafasan pada waktu terbang Saat terbang pergerakan aktif dari rongga dada tidak dapat dilakukan karena tulang dada dan tulang rusuk merupakan pangkal perlekatan otot yang berfungsi untuk terbang. Pada saat terbang, kantung udara berperan sangat penting. Inspirasi dan ekspirasi dilakukan bergantian oleh kantung udara di antara tulang coracoid (interclavicular sac) dan kantung udara di bawah tulang ketiak (subsapular sac). Saat mengepakan sayap (sayap diangkat ke atas), kantong udara di antara tulang coracoid terjepit sehingga udara kaya oksigen pada bagian itu masuk ke paru-paru (inspirasi). Saat sayap terkepak turun, kantung udara di bawah ketiak terjepit sementara kantung udara di antara tulang coracoid mengembang, sehingga udara masuk ke kantung udara di antara coracoid (ekspirasi). Semakin tinggi burung terbang, maka semakin cepat kepakan sayapnya, karena kadar oksigen pada udara di lapisan atas semakin kecil atau menipis (Campbell,1999). Atau lebih mudahnya adalah sebagai berikut, pada waktu terbang saccus yamng berfungsi adalah saccus intercravicularis dan saccus axillaris. Apabila sayap diturunkan saccus axillaris akan terjepit, sehingga saccus intercravicularis longgar dan sebaliknya apabila sayap diangkat maka saccus axillaris akan membesar sedangkan saccus intercravicularismengecil, sehingga dapat terjadi pergantian udara dari luar ke dalam paru-paru. 2.1.5 Perbedaan Sistem Respirasi pada Unggas (Ayam) dengan Mamalia Paru-paru pada mamalia pertukaran oksigen denagn karbondioksida terjadi di kantung mikroskopis yang terdapat di paru-paru yang kemudian disebut dengan alveoli. Sedangkan pada paru-paru ayam, pertukaran gas terjadi di dinding mikroskopis tubulus, yang biasa disebut dengan kapiler udara. Sistem pernapasan ayam lebih efisien dibandingkan pada mamalia. mentransfer oksigen lebih dengan masing-masing pernafasan. Ini juga berarti bahwa racun dalam udara juga ditransfer lebih efisien. Ini adalah salah satu alasan mengapa asap dari teflon beracun untuk aves, tetapi tidak untuk mamalia pada konsentrasi yang sama. Ketika membandingkan ayam dan mamalia dengan berat yang sama, ayam memiliki tingkat pernafasan yang lebih lambat. Respirasi pada ayam memerlukan dua siklus pernafasan untuk memindahkan udara melalui sistem pernapasan keseluruhan. Dalam mamalia, hanya satu siklus pernapasan diperlukan.

Jumat, 28 Juni 2013

Persilangan Monohibrida dan Dihibrida

Persilangan Monohibrida dan Dihibrida MONOHYBRID: 1. The monohybrid cross Persilangan monohibrid adalah perkawinan yang menghasilkan pewarisan satu karakter dengan dua sifat beda. Misalnya warna bunga adalah karakter tanaman yang diamati. Mendel melihat ada dua sifat dari karakter warna bunga tanaman kacang kapri, yaitu warna ungu dan warna putih. Bila tanaman kacang kapri berbunga ungu disilangkan dengan tanaman kacang kapri berbunga putih, maka generasi anakan mereka adalah 100% tanaman berbunga ungu. Namun, bila tanaman berbunga ungu hasil persilangan itu dikawinkan sesamanya (perkawinan inbreeding), keturunannya menunjukkan 75 % tanaman berbunga ungu dan 25 % tanaman berbunga putih. 2. Mendel’s first law Mendel menarik beberapa kesimpulan dari hasil penelitiannya. Dia menyatakan bahwa setiap ciri dikendalikan oleh dua macam informasi, satu dari sel jantan (tepung sari) dan satu dari sel betina (indung telur di dalam bunga). Kedua informasi ini (kelak disebut plasma pembawa sifat keturunan atau gen) menentukan ciri-ciri yang akan muncul pada keturunan. Sekarang, konsep ini disebut Hukum Mendel Pertama — Hukum Pemisahan. Untuk setiap ciri yang diteliti oleh Mendel dalam kacang polong, ada satu ciri yang dominan sedangkan lainnya terpendam. Induk “jenis murni” dengan ciri dominan memunyai sepasang gen dominan (AA) dan dapat memberi hanya satu gen dominan (A) kepada keturunannya. Induk “jenis murni” dengan ciri yang terpendam memunyai sepasang gen terpendam (aa) dan dapat memberi hanya satu gen terpendam (a) kepada keturunannya. Maka keturunan generasi pertama menerima satu gen dominan dan satu gen terpendam (Aa) dan menunjukkan ciri-ciri gen dominan. Bila keturunan ini berkembang biak sendiri menghasilkan keturunan generasi kedua, sel-sel jantan dan betina masing-masing dapat mengandung satu gen dominan (A) atau gen terpendam (a). Oleh karenanya, ada empat kombinasi yang mungkin: AA, Aa, aA dan aa. Tiga kombinasi yang pertama menghasilkan tumbuhan dengan ciri dominan, sedangkan kombinasi terakhir menghasilkan satu tumbuhan dengan ciri terpendam. 3. Mendel’s “Experiment 1” Eksperimen Mendel dimulai saat dia berada di biara Brunn didorong oleh keingintahuannya tentang suatu ciri tumbuhan diturunkan dari induk keturunannya. Jika misteri ini dapat dipecahkan, petani dapat menanam hibrida dengan hasil yang lebih besar. Prosedur Mendel merupakan langkah yang cemerlang dibanding prosedur yang dilakukan waktu itu. Mendel sangat memperhitungkan aspek keturunan dan keturunan tersebut diteliti sebagai satu kelompok, bukan sejumlah keturunan yang istimewa. Dia juga memisahkan berbagai macam ciri dan meneliti satu jenis ciri saja pada waktu tertentu; tidak memusatkan perhatian pada tumbuhan sebagai keseluruhan. Dalam eksperimennya, Mendel memilih tumbuhan biasa, kacang polong, sedangkan para peneliti lain umumnya lebih suka meneliti tumbuhan langka. Dia mengidentifikasi tujuh ciri berbeda yang kemudian dia teliti: bentuk benih (bundar atau keriput), warna benih (kuning atau hijau), warna selaput luar (berwarna atau putih), bentuk kulit biji yang matang (licin atau bertulang), warna kulit biji yang belum matang (hijau atau kuning), letak bunga (tersebar atau hanya di ujung), dan panjang batang tumbuhan (tinggi atau pendek). Mendel menyilang tumbuhan tinggi dengan tumbuhan pendek dengan menaruh tepung sari dari yang tinggi pada bunga pohon yang pendek, demikian sebaliknya. (Sebelumnya, dia memeriksa kemurnian jenis pohon induk tersebut dengan memastikan bahwa nenek moyang tumbuhan itu selalu menunjukkan ciri-ciri yang sama.) Mendel mengharapkan bahwa semua keturunan generasi pertama hasil persilangan itu akan berupa pohon berukuran sedang atau separuh tinggi dan separuh pendek. Namun ternyata, semua keturunan generasi pertama berukuran tinggi. Rupanya sifat pendek telah hilang sama sekali. Lalu Mendel membiarkan keturunan generasi pertama itu berkembang biak sendiri menghasilkan keturunan generasi kedua. Kali ini, tiga perempat berupa tumbuhan tinggi dan seperempat tumbuhan pendek. Ciri-ciri yang tadinya hilang muncul kembali. Dia menerapkan prosedur yang sama pada enam ciri lain. Dalam setiap kasus, satu dari ciri-ciri yang berlawanan hilang dalam keturunan generasi pertama dan muncul kembali dalam seperempat keturunan generasi kedua. (Hasil ini juga diperoleh dari penelitian terhadap ratusan tumbuhan.) 4. A cross of F1-hybrid plants Persilangan monohibrid Generasi 1 P1 fenotip : Tanaman berbunga ungu >< Tanaman berbunga putih genotip : UU uu gamet : U u F1: 100% Uu Tanaman anakan berbunga ungu 5. Another F1-hybris cross Generasi 1 P1 Fenotip : Tanaman berbiji bulat >< Tanaman berbiji keriput Genotip : BB bb Gamet : B b F1 100 % Bb Tanaman anakan berbiji bulat 6. Perdicting the dominant allele Alel letal dominan adalah alel yang dalam keadaan homozigot dominan dapat menyebabkan kematian. Berbeda dengan alel letal resesif, pada alel letal dominan, individu yang dalam keadaan heterozigot dapat menyebabkan subletal, atau dapat hidup sehat hingga dewasa. Contoh kasus alel letal dominan terdapat pada ayam berjambul. Dari pengamatan R. A. Fisher yang kemudian dilanjutkan oleh D. C. Warren dan F. B. Hutt diketahui bahwa karakter jambul pada ayam disebabkan oleh susunan gen dominan. Ayam jambul memiliki gen dalam keadaan heterozigot (Crcr), sedangkan ayam dengan genotip homozigot dominan (CrCr) akan mati pada saat embrio dierami sekitar 10 hari (normal 21 hari). Jika ayam berjambul (Crcr) dikawinkan dengan sesamanya akan menghasilkan 25 % telur yang tidak dapat menetas menjadi ayam. Dari 75 % telur yang menetas menjadi ayam, 1/3 nya normal (tidak berjambul) dan 2/3 nya berjambul. Diagram : P : Crcr >< Crcr (ayam jambul) (ayam jambul) F 1: 1 CrCr : 2 Crcr : 1 crcr (mati) (ayam jambul) (ayam normal) 7. The test cross Testcross ialah perkawinan F1 dengan salah satu induk yang resesif. Testcross disebut juga perkawinan pengujian (uji silang) karena bertujuan mengetahui apakah suatu individu bergenotip homozigot (galur murni) atau heterozygote. 8. Perdicting the results of test cross Jika hasil testcross menunjukan perbandingan fenotipe keturunan yang memisah 1:1, dapat disimpulkan bahwa individu yang diuji heterozigot, berarti bukan galur murni. Sedangkan jika hasil testcross 100% berfenotip sama, berarti homozigot. Berikut adalah diagram persilangan testcross: P1: ♂HH >< ♀hh (hitam) (putih) F1: Hh (hitam) F2: Hh >< hh Gamet: H dan h h H Hh = hitam 50% h Hh = putih 50% 9. Incomplete dominance Disebut juga dominan parsial. Dominan tidak lengkap merupakan genotip heterozigot yang membuat fenotip intermediate. Dalam kasus ini, hanya satu alel dalam lokus tunggal yang diekspresikan. Dan ekspresinya bergantung pada dosis. Dua buah salinan dari produk gen penuh dengan ekspresi, sementara satu salinan dari ekspresi parental adalah fenotip intermediate. Persilangan dari fenotip yang membawa sifat heterozigot pada kedua induk akan menghasilkan perbandingan 1:2:1 pada keturunan’y. Sebagai contoh yang tertera pada gambar Figure 1, ketika kedua induk yang memiliki sifat tinggi heterozigot (Tt) disilangkan, maka pada keturunanya akan dihasilkan 1/4 anak yang bersifat dominan homozigot (tinggi, TT), 2/4 bersifat heterozigot (Tt) dan 1/4 bersifat resesif homozigot (short, tt.) across of two Tt plants Figure 1. Incomplete Dominance Contoh sederhana dari kasus ini adalah warna dari bunga sepatu (carnation) R R‘ R RR RR’ R‘ RR’ R’R’ R adalah alel untuk warna merah. R’ adalah alel untuk tidak berwarna. Sehingga keturunan RR membuat banyak warna merah dan memunculkan warna merah pada bunga. Keturunan R’R’ membuat warna putih/tidak berwarna, sehingga bunga menjadi berwarna pink (merah muda). Keturunan dari RR’ and R’R membuat pigmen dan kemudian memunculkan warna pink. 10. Disappearance of parental phenotypesmin the F1-generation Di dalam hukum Mendel, persilangan selalu menghasilkan sifat anak yang sama dengan sifat induknya. Akan tetap, hal ini tidak selamanya terjadi. Ada beberapa kasus dimana sifat anak tidak terlihat di kedua sifat induknya. Seperti yang terjadi pada bunga snapdragon. Ketika bunga snapdragon merah dikawinkan dengan bunga snapdragon putih yang keduanya bersifat homozigot, maka pada keturunan F1 akan menghasilkan bunga berwarna merah jambu dan pada keturunan F2, akan dihasilkan keturan yang berwarna merah, merah jambu dan putih dengan perbandingan 1:2:1 untuk merah:merah jambu:putih. Hal ini terjadi karena kedua sifat induknya adalah homozigot dimana kedua induk mempunyai sifat yang mempunyai kekuatan yang sama. Maka dari itu, keturunan yang di hasilkan pun memiliki perpaduan warna dari induknya, seperti ketika merah di campur dengan putih, maka akan menghasilkan warna merah jambu. Persilangan ini juga terlihat pada ilustrasi gambar berikut: persilangan bunga Figure 2. Incomplete Dominace (http://courses.bio.psu.edu/fall2005/biol110/tutorials/tutorial5.htm as retrieved on 30 Aug 2008 23:53:19 GMT) Pada Figure 1, terlihat penamaan simbol yang berbeda dari biasanya. Pada umumnya, simbol untuk persilangan adalah semua huruf besar untuk sifat homozigot, huruf besar dan kecil untuk sifat heterozigot dan semua huruf kecil untuk sifat resesif. Namun, berbeda halnya pada kasus persilangan antara bunga snapdragon merah dan snapdragon putih. Keduanya mempunyai sifat homozigot dominan dengan simbol semua huruf besar untuk kedua sifat. Bunga snapdragon merah dengan simbol CRCR dan bunga snapdragon putih dengan simbol CWCW. Maka, pada keturunan F1, akan dihasilkan bunga berwarna merah jambu dengan simbol CRCW. 11. Codominant alleles: The human ABO markers Kodominan adalah dua buah alel suatu gen yang menghasilkan produk berbeda dengan alel yang satu tidak dipengaruhi alel lain. Sistem penggolongan darah manusia ditentukan dengan alel kodominan. Ada tiga jenis alel dalam sitem penggolongan darah, yaitu IA, IB, dan i (I merupakan singkatan dari isoaglutinogen) atau biasa kita kenal dengan I0. Alel IA dan alel IB adalah alel kodominan, sedangkan alel I0 atau i adalah alel resesif. Alel IA bertanggung jawab untuk menghasilkan antigen A, alel IB bertanggung jawab untuk menghasilkan antigen B, dan i tidak menghasilkan antigen apapun. Manusia hanya memiliki golongan darah tipe A, tipe B, tipe AB dan tipe 0. Untuk golongan darah bertipe A dan B dapat terbentuk dari sifat homozigot (IAIA, IBIB) atau heterozigot (IAI0, IBI0), sedangkan golongan darah bertipe AB akan bersifat homozigot (IAIB) dan pada golongan darah bertipe 0 memiliki alel I0I0. Hal ini juga dapat terlihat pada Figure 2 dibawah ini. phenotip-genotype gol. darahFigure 2. Genotip dan Golongan darah (http://www.biology.arizona.edu/mendelian_genetics/problem_sets/monohybrid_cross/11t.html as retrieved on 31 Aug 2008 15:44:23 GMT) 12. 2:1 segreration in Manx cats Manx (kayt manninagh atau stubbin di/dalam manx) adalah satu keturunan [dari] kucing dengan satu secara alami mutasi ocurring tulang belakang. mutasi ini memendekkan ekor,menghasilkan di/dalam berbagai hal tentang panjangnya ekor dari normal ke/pada tailles. banyak manx mempunyai satu kecil ‘potongan/puntung’ ekor tetapi kucing manx adalah terbaik dikenal seperti seluruhnya tailles dan adalah karakteristik pembeda [dari] keturunan serta satu badan kucing typegenetic mutasi. kucing seperti semua organisme hidup,adakalanya mempunyai mutasi yang mempengaruhi jenis theirbody. kadang-kadang ,perubahan ini di/dalam jenis tubuh sedang menghantam manusia itu memilih untuk dan mengabadikan mereka. hal ini bukan selalu di bunga/minat terbaik [dari] kucing, seperti banyak dari mutasi ini, adalah berbahaya,beberapa adalah mematikan di/dalam mereka homozygot membentuk. Kucing Manx adalah heterozygous untuk untuk satu mutasi dominan dimana menghasilkan di/dalam tidak ada ekor atau ekor sangat pendek,kaki paling belakang yang besar, dan satu gaya berjalan berbeda. kawin dari dua Manx catsyields dua anak kucing Manx atau setiap normal, anak kucing lama-menjahit, dari pada three-two-one sebagaimana akan meramalkan dari Mendelian genetic. Kasus monohibrid lainnya dapat ditemukan pada contoh kasus kucing Manx. Kucing Manx memiliki sifat heterozigot dengan sifat mutasi dominan yang menghasilkan ketidak adanya ekor (berukuran sangat kecil), kaki belakang berukuran besar dan gaya berjalan yang sangat identik. Ketika dua kucing Manx heterozigot dengan sifat yang sama, akan dihasilkannya keturunan berbanding 1(dominan homozigot):2(heterozigot):1(resesif homozigot). Akan tetapi, bila diteliti lebih lanjut, keturunannya akan menghasilkan perbandingan fenotip 2:1. Hal ini terjadi karena keturunan yang menghasilkan sifat resesif homozigot akan memiliki alel letal. Pada kasus ini, keturan yang memiliki sifat heterozigot dan resesif homozigot dengan alel letal tidak akan bertahan pada fase pembentukan embryo dan keturunan ini pun tidak akan lahir karena alel letal menyebabkan kematian. Sedangkan yang bertahan hanyalah keturunan yang memiliki sifat dominan homozigot (TT). Keterangan ini dapat di lihat pada persilangan yang tertera pada Figure 3. persilangan kucing manxFigure 3. Perkawinan dua kucing Manx (http://www.biology.arizona.edu/mendelian_genetics/problem_sets/monohybrid_cross/12t.html) 13. Predicting human blood type Individu dengan genotip IA IA atau IA i memiliki fenotip golongan darah A. Individu dengan genotip IB IB atau IB i memiliki fenotip golongan darah B. Individu dengan genotip IA IB memiliki golongan darah AB. Dan individu dengan genotip ii memiliki golongan darah O. DIHYBRID: 1. Predicting combinations of alleles in gametes of plants heterozygous for two traits Persilangan dihibrid atau dihibridisasi adalah suatu persilangan (pembastaran) dengan dua sifat beda. Dalam percobaannya tentang prinsip berpangan secara bebas (Hukum Mendel II), Mendel melakukan eksperimen dengan membastarkan tanaman Pisum sativum bergalur murni dengan memperhatikan dua sifat beda, yaitu biji bulat berwarna kuning dengan galur murni berbiji kisut berwarna hijau. Dalam membuat perhitungan prediksi kombinasi alel pada tanaman dua jenis, Mendel menganggap bahwa gen-gen pembawa sifat itu berpisah secara bebas terhadap sesamanya sewaktu terjadi pembentukan gamet. Jadi, pada dihibrid BbKk misalnya, terjadi pengelompokan gen: Perbandingan Fenotipe Nilai Perbandingan Genotipe Fenotipe 9 1 2 2 4 BBKK BBKk BbKK BbKk Bulat, kuning Bulat, kuning Bulat, kuning Bulat, kuning 3 1 2 BBkk Bbkk Bulat, hijau Bulat, hijau 3 1 2 bbKK bbKk Kisut, kuning Kisut, kuning 1 1 bbkk Kisut, hijau Jadi rasio fenotipe yang diperoleh adalah 9 : 3 : 3 : 1 2. When does a phenotype ratio of 9 : 3 : 3 : 1 occur Pada saat F1 dikawinkan lagi dengan F1, sehingga menghasilkan rasio fenotip 9 : 3 : 3 : 1. 3. A genetic cross yielding a 9 : 3 : 3 : 1 ratio offspring P1: BBKK >< bbkk (bulat, kuning) (kisut, hijau) Gamet: BK bk F1: BbKk (bulat, kuning) P2: F1 >< F1 BbKk >< BbKk Gamet: BK, Bk, bK, dan bK BK Bk bK bK BK BBKK BBKk BbKK BbKk Bk BBKk BBkk BbKk Bbkk bK BbKK BbKk bbKK bbKk bK BbKk Bbkk bbKk bbkk Fenotip pada F2: Bulat, kuning: nomor 1, 2, 3, 4, 5, 7, 9, 10, 13 Bulat, hijau: nomor 6, 8, 14 Kisut, kuning: nomor 11, 12, 15 Kisut, hijau: nomor 16 Rasio genotipe: BBKK : BBKk : BbKK : BbKk : BBkk : Bbkk : bbKK : bbKk : bbkk = 1 : 2 : 2 : 4 : 1 : 2 : 1 : 2 : 1 Rasio fenotipe: Bulat kuning : bulat hijau : kisut kuning : kisut hijau = 9 : 3 : 3 : 1 4. Predicting gametes of an SsYy plant Gamet yang dapat diperoleh dari tanaman SsYy ada empat gamet, yaitu: SY, Sy, sY, dan sy. 5. A SsYy x ssyy test cross P1: SsYy >< ssyy Gamet: SY sY sY sy sy F1: SY Sy sY Sy sy SsYy Ssyy ssYy ssyy 6. Offspring of a SsYy x ssyy test cross Alel induk 1 (biji bulat berwarna kuning) Ada empat kombinasi alel di dalam gamet induknya seperti yang dilihat pada gambar. alel Alel induk 2 (biji berkerut berwarna hijau) Hanya ada satu hasil kombinasi yang memungkinkan dari alel yang berada pada gamet induk. Penyilangan test cross ini dapat dilakukan untuk menentukan bentuk dan warna biji pada penyilangan antara biji bulat berwarna kuning dengan biji berkerut berwarna hijau. test cross parent Fenotip pada keturanan anaknya Setiap genotip hasil dari persilangan akan menghasilkan keturunan dengan fenotip yang berbeda. Pada kasus ini, maka akan drperoleh keturunan bersifat berbiji bulat berwarna kuning (SsYy), berbiji bulat berwarna hijau (Ssyy), berbiji keriput berwarna kuning (ssYy) dan berbiji keriput berwarna hijau (ssyy). test cross parent2 7. Homozygous offspring of a dihybrid cross Memprediksikan genotip keturanan Sebagian gamet akan mendpatkan alel dominan A dan alel dominan B; dan yang sebagiannya lagi akan mendapatkan alel resesif a dan alel resesif b. Pada akhir tahap penyilangan ini, dua induk akan menghasilkan 25% AB, Ab, aB dan ab. gb.1 Perkiran haril gamet untuk induk AaBb Karena induk mempunyai 4 alel yang berbeda di dalam gametnya, maka akan ada 16 kemungkinan kombinasinya. gb.2 Alel dari kedua induk Setelah dilakukan persilangan, maka akan dihasilkan genotip seperti pada gambar disamping. gb.3 8. Heterozygous offspring of a dihybrid cross Hasil keturunan untuk persilangan dihibrid pada keseluruhan adalah seperti pada gambar Figure 2 dan Figur 3 adalah hasil dari keturunan yang memiliki sifat heterozigot. Akan ada 4 dari 16 keturunan yang memiliki sifat heterozigot pada kedua alel. gb.4 gb.5 Figure 2. Persilangan Dihibrid Figure 3. Sifat Heterozigot 9. Homozygous offspring of a dihybrid cross, again Sama halnya dengan nomor 8, hanya saja yang dipertanyakan pada nomor 9 ini adalah keturunan yang bersifatkan homozigot pada salah satu alel mau pun kedua alelnya dan dapat berupa homozigot dominan ataupun homozigot resesif. Akan ada 4 kemungkinan keturunan yang memiliki sifat homozigot yang dapat berupa SSYY, SSyy, ssYY dan ssyy. Hasilnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini. gb.6 10. Exceptions to the 9:3:3:1 ratio of offspring Dalam kasus ini, akan disilangkannya tanaman dengan batang tinggi dan berbiji bulat (SSTT) dan tumbuhan dengan batang pendek dan biji berkerut (sstt) melalui penyilangan dihibrid dari pesilangan SSTT dan sstt, akan di hasilkan SsTt pada keturunan F1-nya. Pada keturunan F2-nya, akan dihasilkan keturunan dengan perbandingan 9:3:3:1, yaitu: 9/16 tinggi berbiji kerut 3/16 tinggi berbiji bulat 3/16 pendek berbiji kerut 1/16 pendek berbiji bulat gb.7 gb.8gb.9 11. In complete dominance in a dihybrid cross Dalam kasus penyilang dominan tidak sempurna pada penyilangan dihibrid, semua keturunnya akan memiliki genotip SsTt ketika tumbuhan pendek berbiji bulat (SStt) dan tumbuhan tinggi berbiji kerut (ssTT) di silangkan melalui persilangan dihibrid. 12. What is the genotype of the agouti parent? Mungkin ini adalah contoh klasik gejala genetik dikenal sebagai “epistasis”, di mana genotipe di satu tempat (homozygous terpendam “cc”) menyembunyikan phenotype itu diakibatkan oleh genotipe di tempat berbeda (BB, Bb, atau bb). Untuk kedua tempat genetik B dan C, ada sembilan genotipe berbeda mungkin, dan tiga berbeda phenotypes. Yang ini diringkaskan di diagram berikut: Black Agouti Mouse Brown Agouti mouse Albino Genotip yang mungkin: BB CC bb CC BB cc Bb CC bb Cc Bb cc BB Cc bb cc Bb Cc Parents Induk yang tak dikenal mempunyai kulit hitam phenotype. Bagi ini phenotype, harus ada sedikitnya satu alel dominan di B tempat dan satu alel dominan di C tempat. Oleh karena itu genotipe orang-tua yang tak dikenal harus mempunyai bentuk B?C?, di mana tunjuk tanda tanya bahwa possibilites di B tempat adalah baik BB (homozygous) atau Bb (heterozygous), dan di C tempat baik CC (homozygous) atau Cc (heterozygous). Black Agouti x Albino Genotip yang mungkin : BB CC Bb CC BB Cc Bb Cc Keturunan pengamatan bahwa agouti orang-tua tak dikenal genotipe bisa mempunyai seorang keturunan dengan albino phenotype (cc) berarti bahwa orang-tua harus dapat meneruskan yang terpendam C alel. Dengan begitu orang-tua ialah heterozygous (Cc) di C tempat. Pengamatan bahwa agouti orang-tua tak dikenal genotipe juga bisa mempunyai seorang keturunan dengan yang coklat agouti phenotype (bb) berarti bahwa orang-tua harus dapat meneruskan yang terpendam B alel. Dengan begitu orang-tua ialah juga heterozygous (Bb) di B tempat. Keranjang kecil segi empat untuk mencurigai salib Bb Cc X bb cc Dari pengamatan ini, kami akan meramalkan bahwa orang-tua Agouti mempunyai genotipe BbCc. Kami bisa menguji ramalan ini dengan menyelesaikan bujur sangkar Keranjang Kecil untuk BbCc x bbcc menguji menyeberang untuk memutuskan jika rasio keturunan yang diamati mengakuri ramalan. BbCc x bbcc BC = ¼ (Black Agouti) Bc = ½ (albino) bc = ½ (bbcc Albino) bC = ¼ (Brown Agouti) 13. AaBb dihybrid cross involving epistasis Bujur Sangkar Keranjang Kecil bagi AaBb x AaBb menyeberang diperlihatkan di bawah. Daripada 9:3:3:1 seqregation phenotypes biasanya dilihat dengan AaBb x AaBb dihybrid bersilang, phenotypic rasio ialah 9:3:4. Ada hanya tiga berbeda phenotypes untuk warna rambut, agouti, hitam dan bule. Individu dengan genotipe terpendam untuk baik ciri, i.e. aabb, mempunyai albino sama phenotype sebagai aaBB maupun aaBb individu karena epistasis. Albino phenotype menyembunyikan yang mana pun phenotype itu mungkin disebabkan di samping yang terpendam homozygous, terpendam bb genotipe. AaBb >< AaBb AB, Ab, aB, ab x AB, Ab, aB, ab AABB AABb AaBB AaBb AABb AAbb AaBb Aabb AaBB AaBb aaBB aaBb AaBb Aabb aaBb aabb 9 Agouti 3 hitam 4 albino

Konsep persilangan monohidrid

. Konsep persilangan monohidrid Persilangan monohibrid adalah persilangan antara dua individu dengan hanya fokus pada sebuah sifat yang berbeda dari sebuah karakter pada tanaman sejenis. Persilangan ini sering dikenal dengan persilangan satu sifat beda. 2. Konsep Kenampakan karakter sebuah individu dipengaruhi oleh susunan basa nitogen di dalam kromosom. Di dalam kromosom terdapat segmen-segmen DNA yang berisi informasi yang akan diwariskan kepada keturunannya, segmen DNA dalam kromosom ini disebut dengan gen. Jadi gen adalah sesuatu yang mempengaruhi kenampakan sebuah karakter. 3. Konsep mengenai Kromosom selalu berpasangan, kromosom pasangannya disebut dengan kromosom homolog. oleh karena itu keberadaan gen yang mempengaruhi karakter yang sama dapat dijumpai pada di kromosom homolognya. Hanya saja pengaruhnya bisa sama ataupun berbeda. Sebagai contoh Anda tentunya mengetahui bahwa sifat warna pada karakter iris bermacam-macam. ada yang warna biru ada juga yang warna hitam. topik pembicaraannya hanya sebatas pada iris saja sedangkan sifatnya adalah merah dan hitam. Jadi di sini saya menggunakan sebuah karakter saja yaitu iris dengan sifatnya yaitu warna iris. Iris bisa bermacam-macam karena di bawah pengaruh dari alel yang memiliki pengaruh yang berbeda terhadap iris. 4a. Anda juga harus menguasai Hukum Mendel I. Hukum ini dikenal dengan hukum segregasi tentang hukum pemisahan alel. Hukum Mendel I mengatakan bahwa proses pembentukan gamet yang membawa karakter dan sifat berpisah secara bebas. Dalam bahasa inggris Hukum Mendel I dikenal dengan istilah the law of segregation. Penjelasan: Saya ambilkan sebuah contoh tak konkrit. Bagi yang mengikuti anime/manga jepang Naruto tentunya Anda akan mengenal istilah iris mata sharingan pada klan uchiha. Misalkan Gen pembawa kode genetis iris sharingan ini bersifat dominan dibandingkan dengan iris normal dan diberi kode ‘S’ (baca: es kapital) dan iris normal diberi kode `s`. Jadi susunan alel iris pada klan uchiha bisa SS, Ss, atau ss. Pada hukum Mendel I, jika seorang klan uchiha yang bergenotip Ss maka alel Ss tersebut akan memisah secara bebas pada proses meiosis I menjadi dua sel gamet yang masing-masing akan membawa gen sharingan (S) dan gen normal (s). Jadi hukum mendel I didasari pada karakter pembelahan pada meiosis I. 4b. Setelah menguasai hukum Mendel I, Anda juga harus menguasai hukum Mendel II yaitu hukum penyusunan alel dari gamet, terjadi secara bebas. Artinya pada proses perkawinan, setiap gametnya akan berpasangan kembali dengan alelnya yang berasal dari kedua induknya terjadi secara bebas untuk menyusun alel yang baru untuk keturunan berikutnya. Penjelasan hukum mendel II. Masih menggunakan contoh mata sharingan yang saya gunakan dalam menjelaskan hukum mendel I. Kali ini ceritanya adalah misal sasuke uchiha, yang memiliki iris Sharingan, menikah dengan sakura yang matanya normal. Bagaimanakah memprediksi keturunan mereka? Untuk memecahkan kemungkinan anak-anak mereka kita akan menggunakan hukum mendel II. Tapi sebelumnya kita harus tahu dulu bagaimana susunan alel sasuke dan sakura. Untuk genotip alel sakura dapat dipastikan ss karena dia bermata normal yang bersifat resesif (:baca dulu penjelasan Hukum Mendel I di atas) dan gametnya cuma ada 1 macam yaitu s. Permisalan pertama: Jika susunan alel Sharingan sasuke adalah heterozigot Ss maka setelah meiosis akan ada 2 macam gamet pada sel kelamin jantan pada testis sasuke yaitu sel gamet jantan yang membawa gen S (tipe iris Sharingan) dan sel gamet jantan yang membawa gen s (tipe iris normal). Dengan menggunakan hukum Mendel II yang mengatakan bahwa sel-sel kelamin akan membentuk gamet dengan pasangan gametnya terjadi secara bebas, kita bisa memprediksi persentase kemungkinan anak-anaknya memiliki iris jenis yang mana? kemungkinan iris anak-anaknya dalam setiap kelahiran adalah 1:1. Hal ini disebabkan karena bisa gen S sasuke yang akan bertemu dengan s sakura, atau gen s sasuke yang akan bertemu dengan s sakura. Jika yang gen S sasuke bertemu dengan s sakura mata alel anaknya adalah Ss maka tipe irisnya adalah Sharingan. Akan tetapi jika gen s sasuke yang bertemu dengan s sakura maka anak mereka adalah normal. Permisalan kedua: Jika susunan alel Sharingan sasuke adalah homozigot maka setelah meiosis hanya akan ada 1 macam gamet pada sel kelamin jantan pada testis sasuke yaitu sel gamet jantan yang membawa gen S (tipe iris Sharingan). Kembali kita menerapkan hukum Mendel II yang mengatakan bahwa sel-sel kelamin akan membentuk gamet dengan pasangan gametnya terjadi secara bebas, kita bisa memprediksi persentase kemungkinan anak-anaknya memiliki iris jenis yang mana? kemungkinan iris anak-anaknya dalam setiap kelahiran adalah 100% bertipe iris Sharingan. Hal ini disebabkan karena gen S sasuke pasti akan bertemu dengan s sakura. Jadi tipe susunan allel anak mereka pasti Ss. karena S bersifat dominan daripada s maka sifat S akan muncul dalam fenotip. Jadi anak mereka pada kasus kedua ini semuanya pasti mata dengan tipe iris Sharingan. Selain konsep-konsep di atas Anda harus menguasai dengan baik istilah berikut ini: 1. Alel –> pasangan gen pada kromosom homolog yang memberikan sifat yang berbeda atau sama pada suatu karakter. 2. Gamet –> sel kelamin 3. Genotip –> gen yang mempengaruhi karakter 4. Fenotip –> hasil ekspresi gen yang dapat ditangkap dengan panca indera manusia. atau dengan kata lain adalah kenampakan morfologi yang dapat diamati. 5. Parental –> induk yang akan dikawinkan atau disilangkan atau hibridisasi. 6. Filial –> hasil dari proses perkawinan/persilangan/hibridisasi. F1 = keturunan I F2 =Keturunan II Fn = keturunan ke-n 7. Sifat dominan –> sifat alel yang pengaruhnya sangat kuat pada sebuah karakter 8. Sifat resesif –> sifat alel yang pengaruhnya dikalahkan oleh sifat dominan 9. Homozigot –> alel dengan sifat yang sama 10 . Heterozigot –> alel dengan sifat yang berbeda Setelah Anda pahami dengan baik konsep dan istilah di atas mari kita pelajari mengenai persilangan monohidbrid. Untuk itu sebaiknya kita pelajari apa yang telah dilakukan oleh bapak Genetika kita yaitu Gregor Mendel. GM adalah seorang biarawan yang melakukan penelitian disebuah kebun. Penelitian yang dilakukannya adalah persilangan pada tanaman Pisum sativum (kacang kapri). Dari penelitiannya itu disilangan antara tanaman yang memiliki : biji (bulat dan keriput), warna kulit biji (kuning dan hijau) warna bunga (ungu dan putih) tinggi tanaman ( tinggi danpendek) ……. (karakter yang ditulis di sini hanya sebagian saja dari karakter yang diteliti oleh Mendel, masih ada karakter yang lain) gambar 1. 7 karakter yang diteliti Mendel Pada persilangan pertama dihasilkan semua karakter anakan(F1) 100%bulat, kuning, ungu dan tinggi. Bisa disimpulkan sifat-sifat tersebut mendominasi dibandingkan sifat lainnya. Akan tetapi pada keturunan kedua diperoleh hasil yang berbeda untuk setiap karakternya menghasilkan perbandingan dominan : resesif adalah 3:1 Hal ini berarti dalam keturunan pertama (F1) pada kromosomnya membawa 2 sifat yang berbeda pada masing-masing alel-nya. Artinya Individu induknya (parental) masing-masing hanya terdiri dari alel yang membawa sifat yang sama. Jantan membawa sifat dominan dan individu betina membawa sifat karakter resesif ataupun sebaliknya. Jadi ketika sesama F1 dikawinkan akan memunculkan karakter yang bersifat resesif. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. persilangan monohibrid gambar 2. persilangan monohibrid dengan menggunakan karakter tinggi tanaman Perhatikan di gambar 2 untuk bagian generasi parental. Pada gambar tersebut terlihat dua individu yang disilangkan, masing-masing bersifat homozigot. Satu tanaman homozigot resesif (tt)sedangkan tanaman yang lain homozigot dominan (TT). Sebagai akibatnya setiap individu akan mengalami meiosis dan akan menghasilkan 1 macam gamet. Homozigot dominan akan menghasilkan gamet tinggi dominan (T), sedangkan individu yang lain akan menghasilkan gamet pendek resesif (t). dan ketika terjadi persilangan gamet jantan dan gamet betina akan bertemu dan menghasilkan individu dengan gamet Tt. Artinya individu baru ini akan memiliki kenampakan tanaan tinggi. Contoh ini dapat digunakan untuk menjelaskan mengenai genotip dan fenotip . sifat tinggi adalah fenotip,sedangkan Tt adalah genotip. Pada persilangan berikutnya saya akan menjelasan mengenai hukum Mendel I. perhatikan persilangan ke-2. Pada persilangan kedua dilakukan persilangan antara F1 dengan F1 yang lain. Artinya tanaman tinggi dengan genotip Tt disilangkan dengan tanaman tinggi yang bergenotipTt juga. Kembali kita ingat Hukum Mendel I yaitu bahwa alel akan berpisah secara bebas. Artinya Alel pada setiap individu yang akan disilangkan dengan komposisi Tt (membawa sifat tinggi dan rendah) akan memisah pada waktu proses meiosis menjadi T dan t. gambar penjelas hukum mendel I dan II gambar 3. Skema pemisahan alel/pembentukan kemungkinan gamet (hukum Mendel I-4 keterangan dengan 4 bola putih); penyusunan alel kembali (Hukum Mendel II-keterangan dengan 4 bola warna merah) Kemudian setelah terbentuk gamet (hukum Mendel I) kita akan melanjutkan ke hukum Mendel II yaitu hukum penyusunan alel terjadi secara bebas. T dan t dari individu jantan akan bertemu dengan T dan t dari individu betina. proses penyusunan alelnya terjadi secara bebas. Jadi pada akhir pembuahan bisa dihasilkan individu dengan karakter genotip TT, Tt dan tt. Hanya saja nilai kemungkinannya atau persentasenya saja yang berbeda. Untuk spesies yang menghasilkan keturunan yang banyak dalam sekali perkawinan maka digunakan persentase sedangkan jika spesiesnya manusia yang umumnya menghasilkan sati individu dalam setiap perkawinannya maka digunakan istilah kemungkinan. Pada contoh gambar diatas maka kemungkinan yang terjadi dari hasil perkawinan untuk genotip TT adalah 1 diantara 4, Tt adalah 2 diantara 4, tt 1 diantara 4. darihasil perkawinan dihasilkan persentase : genotip TT adalah 1/4 x 100% = 25% (tanaman tinggi homozigot) genotip Tt adalah 2/4 x 100% = 50% (tanaman tinggi heterozigot) genotip tt adalah 1/4 x 100% = 25% (tanaman rendah) Sedangkan fenotipnya adalah TT dan TT akan menghasilkan tanaman tinggi dan tt akan menghasikan tanaman pendek. Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa tanaman tinggi memiliki dua genotip yaitu dalam bentuk homozigot dominan dan dalam bentuk heterozigot sedangkan tanaman pendek hanya ada dalam 1 bentuk homozigot resesif. Jadi perbandiingan fenotipnya adalah 3 tanaman tinggi dan 1 tanaman pendek. atau dapat disajikan tanaman tinggi : tanaman pendek = 3:1 Demikianlah penjelasan mengenai konsep-konsep dalam memahami hukum mendel . Untuk memahami lebih lanjut, silahkan ikuti uraiannya di persilangan dihibrid pada postingan berikutnya.

ILMU BAHAN PAKAN

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM ILMU BAHAN PAKAN Oleh: rizal tudhoni c31120994 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laboratorium adalah suatu tempat untuk melakukan percobaan baik untuk mahasiswa maupun dosen. Alat kimia merupakan benda yang digunakan dalam kegiatan di laboratorium yang dapat digunakan berulang-ulang. Macam alat kimia meliputi peralatan dasar dan peralatan pendukung. Alat-alat yang digunakan untuk analisis kimia terbuat dari bahan yang bermacam-macam. Sebagian besar alat-alat kimia terbuat dari gelas. Alat-alat kimia harus berkualitas baik, tahan panas, dan tahan korosi atau kawat. Selain terbuat dari gelas, alat-alat kimia juga ada yang terbuat dari porselin, logam, dan juga karet. Nomenklatur juga perlu diketahui untuk memberi penjelasan tentang identifikasi bahan makan ternak. Pemberian tata nama Internasional didasarkan atas enam segi atau faset, yaitu: (1) asal mula, (2) bagian untuk ternak, (3) proses yang dialami, (4) tingkat kedewasaan, (5) defoliasi, (6) grade. Negara Indonesia merupakan negara agraris karena mempunyai berbagai jenis tanaman yang melimpah dan berpotensi untuk dijadikan bahan pakan ternak. Analisis dan evaluasi keberhasilan usaha peternakan tidak akan terlepas dari ketersediaan ransum yang berkualitas baik. Untuk memperoleh ransum yang berkualitas baik, harus disusun dari bahan makanan yang berkualitas baik juga. Pengetahuan kita tentang ternak dinilai sangat penting, untuk menilai dan menguji bahan pakan yang akan diberikan. Pengujian bahan pakan secara fisik merupakan analisis pakan dengan cara melihat keadaan fisiknya. Pengujian secara fisik bahan pakan dapat dilakukan baik secara langsung (makroskopis) maupun dengan alat bantu (mikroskopis). Pengujian secara fisik disamping dilakukan untuk mengenali bahan pakan secara fisik juga dapat mengevaluasi bahan pakan. Analisis secara fisik saja tidak cukup, karena adanya variasi antara bahan, sehingga diperlukan analisis lebih lanjut, seperti analisis secara kimia, secara biologis atau kombinasinya. Analisis secara kimia dapat digunakan untuk mengetahui potensi bahan pakan yang dicerminkan dari komposisi kimia bahan pakan itu. Komposisi kimia bahan pakan secara umum terdiri dari air, protein kasar, lemak kasar, serat kasar, dan abu. Analisis proksimat adalah suatu metode analisis kimia untuk mengidentifikasi kandungan zat makanan dari suatu bahan (pakan/ pangan). Satu item hasil analisis merupakan kumpulan dari beberapa zat makanan yang mempunyai sifat yang sama (fraksi). Analisis proksimat merupakan salah satu dari tingkatan cara penilaian suatu bahan pakan secara kimia. Tingkatan penilaian bahan pakan terdiri secara fisik, kimia, biologis. Protein, karbohidrat, dan air merupakan kandungan utama dalam bahan pangan. Protein dibutuhkan terutama untuk pertumbuhan dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak. Karbohidrat dan lemak merupakan sumber energy dalam aktivitas tubuh manusia, sedangkan garam-garam mineral dan vitamin juga. Analisis proksimat merupakan faktor penting dalam kelangsungan hidup. Lemak yang dioksidasi secara sempurna dalam tubuh. Tubuh menghasilkan 9,3 kalori lemak, protein 4,1 kalori, dan 4,2 kalori karbohidrat. Ketepatan hasil analisa kimia sangat tergantung pada mutu bahan kimia dan peralatan yang digunakan serta kecermatan dan ketelitian kerjanya sendiri. Kecermatan dan ketelitian kerja, selain merupakan sifat pribadi seseorang dapat juga diperoleh karena bertambahnya pengalaman kerja seseorang. Maka sebelum melakukan analisa harus mengenal dan mengetahui alat-alat laboratorium yang akan digunakan beserta fungsi dan cara penggunaannya. Alat dalam menganalisa bahan makanan ini dimaksudkan sebagai pendukung langsung untuk melakukan suatu analisa. Pengenalan alat dilakukan agar nantinya dapat mendukung acara praktikum yaitu mengenai analisis fisik, analisa kadar abu, kadar air, serat kasar, lemak kasar, protein kasar, FFA dan Gross Energi. Bahan makanan merupakan bahan yang sudah dapat dimakan, dicerna dan digunakan oleh hewan. Secara umum dapat dikatakan bahwa bahan makanan adalah bahan yang dapat dimakan (edible). Bahan makanan ternak terdiri dari tanaman, dan kadang-kadang juga berasal dari ternak atau hewan yang ada di laut. Karena ternak pada umumnya tergantung pada tanaman sebagai sumber makanannya. Bahan pakan memiliki kondisi fisik kimia yang berbeda-beda sehingga dalam penanganan, pengolahan, maupun penyimpanannya memerlukan perlakuan yang berbeda pula. Tujuan dari mengetahui sifat-sifat suatu bahan pakan adalah mempermudah penanganan dan pengangkutan, menjaga homogenitas, dan stabilitas saat pencampuran (Sudarmadji, 1997). Pertumbuhan, produksi, reproduksi dan hidup pokok hewan memerlukan zat gizi. Makanan ternak berisi zat gizi, untuk keperluan kebutuhan energi dan fungsi-fungsinya sehingga memungkinkan digunakan dalam penyusunan ransum dengan cara sederhana. Secara umum sifat fisik bahan pakan tergantung dari jenis dan ukuran partikel bahan. Sekurang-kurangnya ada enam sifat fisik pakan yang penting yaitu berat jenis, kerapatan tumpukan, luas permukaan spesifik, sudut tumpukan, daya ambang, dan faktor higroskopis (Jaelani, 2007). Penyediaan bahan pakan pada hakekatnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ternak akan zat-zat makanan. Pemilihan bahan tidak akan terlepas dari ketersediaan zat makanan itu sendiri yang dibutuhkan oleh ternak. Untuk mengetahui berapa jumlah zat makanan yang diperlukan oleh ternak serta cara penyusunan ransum, diperlukan pengetahuan mengenai kualitas dan kuantitas zat makanan. Merupakan suatu keuntungan bahwa zat makanan, selain mineral dan vitamin, tidak mempunyai sifat kimia secara individual. Secara garis besar jumlah zat makanan dapat dideterminasi dengan analisis kimia, seperti analisis proksimat, dan terhadap pakan berserat analisis proksimat lebih dikembangkan lagi menjadi analisis serat (Soejono, 2004). Asam lemak bebas ditentukan sebagai kandungan asam lemak yang terdapat paling banyak dalam minyak tertentu. Lipida terdiri dari asam-asam lemak dan alkohol. FFA sesuai dengan namanya adalah "free fatty acids" atau "asam lemak bebas" yaitu nilai yang menunjukkan jumlah asam lemak bebas yang ada di dalam lemak atau jumlah yang menunjukkan berapa banyak asam lemak bebas yang terdapat dalam lemak setelah lemak tersebut dihidrolisa.Tujuan analisa angka asam atau bilangan saponifikasi adalah sebagai indikasi untuk mengetahui seberapa besar Mr lemak yang dianalisa. FFA adalah bagian dari angka asam untuk mengetahui tingkat kerusakan minyak, semakin tinggi FFA, semakin tinggi tingkat kerusakan minyak. Sebagai faktor koreksi pada titrasi, sehingga dapat mengetahui volume titran yang benar-benar bereaksi dengan titran yang diinginkan. Asam lemak bebas merupakan hasil degradasi dari trigliserida, sebagai akibat dari kerusakan minyak (Lubis, 1985). Nilai energi dari bahan makanan dapat dinyatakan dengan cara yang berbeda-beda. Pernyataan mengenai nilai energi bisa didapatkan secara langsung dengan peneitian atau dihitung dengan menggunakan faktor-faktor yang dimilikinya. Energi bruto bahan pakan ditentukan dengan membakar sejumlah bahan sehingga diperoleh hasil oksidasi berupa CO2, air, dan gas lainnya. Energi bruto adalah banyaknya panas (diukur dalam sel) yang dilepas apabila suatu zat dioksidasi secara sempurna dalam bomb kalorimeter (25-30 atm O2). Bomb kalorimeter terbuat dari logam tebal yang kuat dan tahan asam berfungsi untuk menentukan energi total dan sampel makanan (Rahardjo, 2001). 1.2 Waktu dan Tempat Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 18 Oktober 2012 pukul 15.00 WIB sampai dengan hari Sabtu, 20 Oktober 2012 pukul 13.00 WIB. Praktikum Ilmu Bahan Pakan dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Bahan Makanan Ternak (IBMT), Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman. II. TUJUAN DAN MANFAAT 2.1 Tujuan 1. Pemberian nomenklatur dan pengelompokan bahan pakan. 2. Mengenal alat laboratorium. 3. Mengetahui sifat fisik suatu bahan pakan ternak. 4. Menganalisis komposisi zat gizi suatu bahan pakan. 5. Menganalisis kadar asam lemak bebas suatu bahan pakan. 6. Menganalisis energi bruto suatu bahan pakan. 2.2 Manfaat 1. Mengetahui nomenklatur bahan pakan beserta pengelompokan dan kandungan nutriennya. 2. Mengetahui alat-alat yang digunakan dalam berbagai analisa bahan pakan. 3. Mempermudah penanganan dalam pengolahan dan pengangkutan. 4. Menjaga homogenitas dan stabilitas saat pencampuran. 5. Mengetahui tentang jumlah kadar air, bahan kering, kadar abu, bahan organik, lemak kasar, protein kasar, dan serat kasar suatu bahan pakan. 6. Mengetahui kadar asam lemak bebas suatu bahan pakan. 7. Mengetahui energi bruto atau gross energi. III. TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Nomenklatur Bahan Pakan dan Pengenalan Alat Bahan makan ternak adalah suatu bahan yang dapat dimakan oleh hewan yang mengandung energi dan zat gizi (atau keduanya) di dalam makanan tersebut. Sedangkan pengertian bahan pakan yang lebih lengkap, yaitu segala sesuatu yang dapat dimakan hewan (ternak) yang mengandung unsure gizi dan atau energi, yang tercerna sebagian atau seluruhnya. Bahan makanan ternak yang diberikan ternak dengan tanpa mengganggu kesehatan hewan yang bersangkutan (Sutardi, 2002). Nomenklatur berisi tentang peraturan untuk pencirian atau tata nama bahan pakan. Pencirian bahan pakan dirancang untuk memberi nama setiapa bahan pakan. Setiap pemberian tata nama bahan pakan terdiri atas enam segi atau faset (Prasetyo, 2002). Pengenalan alat merupakan hal yang paling mendasar sebelum melakukan analisis kimia terhadap bahan pakan. Pengenalan alat mencakup semua instrumen. Laboratorium sebagai pendukung langsung dalam menganalisis bahan pakan. Pengenalan alat dan pengetahuan cara pemakaian harus dipahami agar diperoleh hasil yang tepat. Cara pokok dalam perlakuan umum yang sering dijumpai dalam laboratorium agar memperoleh hasil analisa yang benar, antara lain dilakukan pengenalan mengenai alat-alat laboratorium dan cara penggunaannya (Sudarmadji, 1997). 3.2 Uji Fisik Bahan Pakan Penyediaan bahan pakan pada hakikatnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ternak akan zat-zat makanan. Peemilihan bahan tidak akan terlepas dari ketersediaan zat makan itu sendiri. Untuk mengetahui berapa jumlah zat makanan yang diperlukan oleh ternak serta cara penyusunan ransum, diperlukan pengetahuan mengenai kualitas zat makanan. Ini merupakan suatu keuntungan bahwa zat makanan, selain mineral dan vitamin tidak mempunyai sifat kimia secara individual (Soejono, 2002) Pertumbuhan, produksi, reproduksi dan hidup pokok hewan memerlukan zat gizi. Makanan ternak berisi zat gizi. Fungsi-fungsi zat gizi memungkinkan bahan pakan digunakan dalam penyusunan ransum secara sederhana (Jaelani, 2007). Secara umum sifat fisik bahan pakan tergantung dari jenis dan ukuran partikel bahan. Sekurang-kurangnya ada enam sifat fisik pakan yang penting yaitu berat jenis, kerapatan tumpukan, luas permukaan spesifik, sudut tumpukan daya ambang, dan factor higroskopis (Jaelani, 2007). Penyediaan bahan pakan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ternak (Soejono, 2002). Berat jenis merupakan perbandingan antara berat bahan dengan volume ruang yang ditempati oleh bahan tersebut. Menurut Axe (1995), apabila bahan mempunyai berat jenis partikel yang berbeda jauh, maka cenderung memisah setelah mixing dan handling. Partikel yang lebih padat atau rapat berpindah ke bawah melewati partikel lam yang lebih halus atau ringan. Luas permukaan spesifik merupakan bahan pada berat tertentu mempunyai permukaan luas. Peranan dari permukaan luas adalah untuk mengetahui tingkat kehalusan dan suatu bahan secara spesifik akan tetapi tanpa diketahui adanya komposisi secara keseluruhan. Daya ambang adalah jarak yang ditempuh oleh suatu partikel bahan jika dijatuhkan dari atas ke bawah dalam jangka waktu tertentu. Sudut Tumpukan adalah sudut yang dibentuk oleh bahan pakan diarahkan pada bidang datar. Sudut tumpukan merupakan kriteria kebebasan bergerak pakan dalam tumpukan. Semakin tinggi tumpukan, maka semakin kurang bebas suatu tumpukan. Sudut tumpukan berfungsi dalam pembentukan kemampuan mengalir suatu bahan, efisiensi pengangkutan secara mekanik (Thomson, 1984). 3.3 Analisis Proksimat Sampel makanan ditimbang dan diletakkan dalam cawan khusus dan dipanaskan dalam oven pada temperature 105o C. pemanasan berjalan hingga sampel sudah tidak lagi turun beratnya. Setelah pemanasan tersebut sampel makanan ddisebut “sampel bahan kering” dan pengurangannya dengan sampel makanan disebut persen air atau kadar airnya (Tilman, 1989). Dari sampel bahan kering tadi lalu diekstraksi dengan dietil eter selama beberapa jam, maka bahan yang didapat adalah lemak, dan eter akan menguap. Setelah fase kedua dilalui, selanjutnya sampel dianalisis dengan alat Kjedahl. Analisis ini menggunakan asam sulfat dengan suatu katalisator dan pemanasan. Analisis ini dipakai untuk mendapatkan nilai protein kasar (protein kasar = N%x6,25) (Hartadi, 1989). Sampel yang sudah bebas lemak dan telah disaring, dipakai untuk mendapatkan serat kasar. Endapan yang didapat ditambah 1,25% larutan NaOH dan dipanaskan 30 menit, kemudian disaring dan endapan dicuci, dikeringkan dan ditimbang. Bagian ketiga dari sampel bahan kering ditambang dan dibakar dengan krusibel dalam suhu 600oC selama beberapa jam (Tilman, 1989). 3.4 Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas Free Fatty Acid (FFA) Kandungan asam lemak bebas (Free Fatty Acid/ FFA) merupakan salah satu faktor penentu jenis proses pembuatan metal ester (Hasjmy, 2007). Penetapan asam lemak bebas berprinsip bahwa lemak bebas yang terdapat paling banyak pada minyak tertentu (Sutardi, 2004). Analisis ini diperhitungkan banyaknya zat yang larut dalam basa atau asam di dalam kondisi tertentu. Asam lemak bebas tidak mengurangi fungsi antioksidan dan melindungi ternak. Apabila penambahan terlalu banyak kadar lemak bebas, akan merusak mesin karena asam lemak mudah bereaksi dengan bagian metan yang akhirnya menyebabkan karat (Sudarmadji, 1997). Asam lemak dengan grup-grup fungsional seperti epoksi dan hidroksi sulit sekali untuk diesterifikasi tanpa merusaknya terlebih dahulu. Katalisis ester yang sulit dilakukan dengan metode kimiawi tersebut menjadi sederhana dengan pemanfaatan teknologi enzimatik lipase (Sulistyo, 1999). 3.5 Penetapan Energi Bruto Gross energi adalah sejumlah panas yang dilepaskan oleh satu unit bobot bahan kering pakan bila dioksidasi sempurna. Kandungan GE biasanya dinyatakan dalam satuan Mkal GE/ kg BK. Gross Energi didefinisikan sebagai energi yang dinyatakan dalam panas bila suatu zat dioksider secara sempurna menjadi CO2 dan air. Tentu saja CO2 dan air ini masih mengandung energi, akan tetapi dianggap mempunyai tingkat nol karena hewan sudah tidak bisa memecah zat-zat melebihi CO2 dan air. Gross Energi diukur dengan alat bomb kalorimeter. Besarnya energi bruto bahan pakan tidak sama tergantung dari macam nutrien dan bahan pakan (Sutardi, 2004). Energi total makanan adalah jumlah energi kimia yang ada dalam makanan, dengan mengubah energi kimia menjadi energi panas dan diukur jumlah panas yang dihasilkan. Panas ini diketahui sebagai sumber energi total atau panas pembakaran dari makanan, bomb kalorimeter digunakan untuk menentukan energi total dan sampel makanan dipijarkan dengan aliran listrik. Metode ini dipakai untuk energi total makanan dan produk ekskretori (Tillman, 1993). Sudarmadji (2004) menyatakan bahwa apabila suatu nutrien organik dibakar sempurna sehingga menghasilkan oksida (CO2 dan H2O), maka panas yang dihasilkan disebut energi bruto. Guna menentukan besarnya energi bruto bahan pakan dapat digunakan suatu alat bom kalorimeter. Besarnya nilai energi bahan pakan tidak sama tergantung dari macam nutrien dan bahan pakan. IV. MATERI DAN CARA KERJA 4.1 MATERI 4.1.1 Nomenklatur Bahan Pakan dan Pengenalan Alat 4.1.1.1 Nomenklatur Hijauan Bahan-bahan yang digunakan pada nomenklatur hijauan adalah rumput raja (Pennicetum purpuroides), rumput gajah (Pennicetum purpureum), setaria lampung (Setaria splendida), setaria ancep (Setaria spachelata), rumput benggala (Panicum maximum), jagung (Zea mays), padi (Oryza sativa), daun pepaya (Carica papaya), rami (Boehmeria nivea), daun singkong (Manihot utilissima), daun pisang (Musa parasidiaca), daun nangka (Arthocarpus integra), daun waru (Hibiscus tileaceus), murbei (Morus indica L), putri malu (Mimosa pudica), lamtoro (Leucaena glauca), kaliandra (Calliandra calothyrtus), daun gamal (Glirisida maculata) dan daun dadap (Erytrina lithospermae). 4.1.1.2 Pengenalan Konsentrat Bahan-bahan yang digunakan dalam nomenklatur konsentrat adalah tepung jagung, tepung limbah roti, biji jagung merah, biji jagung kuning, limbah soun, pollard, bekatul, millet, molasses, onggok, bungkil kelapa, bungkil kedelai, tepung kedelai, tepung udang, tepung darah sapi, tepung ikan, tepung kerang, tepung cangkang ayam, tepung kepala udang, tepung tulang ayam, tepung cangkang keong, tepung kulit udang, tepung tulang ikan dan sirip, premix, kapur, phospat alam, CuSO4, urea, egg stimulant, tetra chlor dan neo bro. 4.1.1.3 Pengenalan Alat Alat-alat yang digunakan untuk pengenalan alat adalah autoklaf, destilator, destruktor, kompor listrik, kondensor, desikator, vakum penyedot, water bath, oven, tabung oksigen/ bom kalorimeter, bucket, jaket, termometer, tanur suhu 600ºC, beker glass, gelas ukur, pipet tetes, pipet ukur, corong, Erlenmeyer, labu kjeldahl, timbangan analitik, cawan porselin, timbangan analog, neraca ohauss, buret dan statif. 4.1.2 Uji Fisik Bahan Pakan 4.1.2.1 Berat Jenis Alat dan bahan yang digunakan untuk pengukuran berat jenis adalah gelas ukur 100 ml, neraca ohauss dan bekatul volume 100 ml. 4.1.2.2 Luas Permukaan Spesifik Alat dan bahan yang digunakan untuk pengukuran luas permukaan spesifik adalah kertas milimeter blok, timbangan analitik dan bekatul 1 gr. 4.1.2.3 Daya Ambang Alat dan bahan yang digunakan untuk pengukuran daya ambang adalah stopwatch, nampan, timbangan analitik dan bekatul 1 gr. 4.1.2.4 Sudut Tumpukan Alat dan bahan yang digunakan untuk pengukuran sudut tumpukan adalah mistar, corong, besi penyangga, timbangan analog dan bekatul 200 gr. 4.1.3 Analisis Proksimat 4.1.3.1 Kadar Air dan Bahan Kering Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis kadar air dan bahan kering adalah awan porselin, oven, desikator, timbangan analitik, tang penjepit dan tepung limbah soun 2 gr. 4.1.3.2 Kadar Abu dan Bahan Organik Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis kadar abu dan bahan organik adalah, cawan porselin berisi BK, desikator, tanur (verasingoven) 600oC, timbangan analitik, tang penjepit, dan tepung limbah soun 2 gr. 4.1.3.3 Kadar Protein Kasar Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis kadar protein kasar adalah labu kjeldhal, destilator, erlenmeyer, destruktor, buret, pipet 10 ml, kompor listrik, timbangan analitik, gelas ukur, becker gelas, tepung limbah soun 0,1 gr, larutan H2so4 pekat, larutan HCl 0,1 N, asam borat, indikator metyl red, larutan NaOH 40% dan akuades. 4.1.3.4 Kadar Serat Kasar Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis kadar serat kasar adalah erlenmeyer, cawan porselin, kertas saring whatman, corong tegak, timbangan analitik, oven, tanur, tang penjepit, alat pemanas / kompor listrik, kondensor, desikator, tepung limbah soun 1 gr, aceton, H2SO4 0,3 N, H2O panas dan NaOH 1,5 N. 4.1.3.5 Kadar Lemak Kasar Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis kadar lemak kasar adalah kertas saring whatman, labu didih, kondensor, oven 105oC, timbangan analitik, waterbath, desikator, alat ekstraksi soxhlet, tepung limbah soun 1 gr dan petroleum benzene. 4.1.4 Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) Alat dan bahan yang digunakan untuk penetapan kadar asam lemak bebas adalah erlenmeyer, buret, pipet tetes, timbangan analitik, kertas saring, corong, kompor listrik, kondensor, tepung limbah soun, alkohol netral, indikator PP dan NaOH 0,1 N. 4.1.5 Penetapan Kadar Energi Bruto Alat dan bahan yang digunakan untuk penetapan kadar energy bruto adalah bom kalorimeter, kawat kalori, tabung oksigen, bucket, beker glass, pipet, buret, erlenmeyer, gelas ukur, obeng, tang, tepung limbah soun, akuades, Na2CO3, methyl orange dan oksigen. 4.2 CARA KERJA 4.2.1 Nomenklatur Bahan Pakan dan Pengenalan Alat 4.2.1.1 Nomenklatur Hijauan 1. Hijauan 2. Diambil gambar (difoto) 3. Dicatat nama, asal, nama ilmiah, bagian, proses, tingkat kedewasaan 4. Sumber, defoliasi, grade jenis hijauan 4.2.1.2 Pengenalan Konsentrat 1. Bahan Pakan (Konsentrat) 2. Diambil gambar (difoto) 3. Dibuat tabel 4. Dicatat nama, asal, nama ilmiah, bagian, proses, tingkat kedewasaan sumber, grade jenis konsentrat 4.2.1.3 Pengenalan Alat 1. Alat 2. Diambil gambar (difoto) 3. Dibuat tabel 4. Dicatat nama dan fungsi 4.2.2 Uji Fisik Bahan Pakan 4.2.2.1 Berat Jenis 1. Gelas ukur 100 ml ditimbang 2. Sampel dimasukan sampai volume 100 ml 3. Ditimbang 4. Dihitung dengan rumus : berat = gr/ml volume 4.2.2.2 Luas Permukaan Spesifik 1. 1 gr sampel 2. Diratakan pada milimeter blok 3. Diukur luasnya dengan rumus: luas = cm2/ gr berat 4.2.2.3 Daya Ambang 1. Sampel ditimbang 1 gr 2. Sampel dijatuhkan dari jarak 1 m 3. Waktu dicatat 4. Dihitung dengan rumus: jarak = m/s waktu 4.2.2.4 Sudut Tumpukan 1. Alat dan bahan disiapkan 2. Corong dipasang 3. Bahan ditimbang 200 gr 4. Bahan dituang melalui corong 5. Diameter dan tinggi curahan diukur dengan rumus: tg α1 = 2t d 4.2.3 Analisis Proksimat 4.2.3.1 Kadar Air dan Bahan Kering 1. Cawan porselin yang sudah bersih 2. Dioven (1050C) 1 Jam 3. Didesikator (15 menit) 4. Ditimbang (x) 5. Sampel ditimbang 2 gr (y) 6. Sampel dimasukan cawan 7. Sampel + cawan dioven (1050C) 12 Jam 8. Didesikator 15 menit 9. Sampel ditimbang (z) 10. Penimbangan dilakukan 2 kali 11. Dihitung dengan rumus: X + Y – Z x 100% Y 4.2.3.2 Kadar Abu dan Bahan Organik 1. Cawan porselin ditanur 6000C 30 menit 2. Ditimbang (x) 3. Sampel ditimbang 2 gram (Y) 4. Dipijarkan diatas api bursen 5. Ditanur 6000C (4-12 jam) 6. Didinginkan (1400 C) 7. Didesikator 1jam 8. Dampel ditimbang (Z) 9. Dihitung dengan rumus: Z – X x 100% Y 4.2.3.3 Kadar Protein Kasar 1. Sampel ditimbang 0,1 gr 2. Dimasukan kedalam labu kjeldhal 3. Ditambah katalisator dan 4. 1,5 ml H2SO4 pekat 5. Didestruksi sampai warna hijau jernih 6. Erlenmeyer 125ml diisi 10ml asam borat dan beberapa tetes indikator metyl red 7. Ditambahkan 10 ml NaOH 40 % dari corong atas destilator 8. Didestilasi 9. Volume erlenmeyer 60 ml dihentikan 10. Hasil destilasi 11. Dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai warna merah muda 12. Dihitung dengan rumus: ml titran x N HCl x 0,014 x 6,25 x 100% X 4.2.3.4 Kadar Serat Kasar 1. Sampel ditimbang 1 gr (x) 2. Dimasukan ke erlenmeyer 3. Ditambahkan 50 ml H2SO4 0,3 N 4. Didihkan (30 menit) 5. Ditambahkan 25 ml NaOH 1,5 N didihkan 30 menit 6. Disaring 7. Dicuci (50ml H2O panas, 50ml H2SO4 0,3N, 50ml H2O panas, dan 25ml Aceton) 8. Dioven 1050C (8 jam) 9. Didesikator 15 menit 10. Ditimbang (Y) 11. Ditanur 6000C selama 3 jam 12. Didesikator 15 menit 13. Ditimbang (Z) 14. Dihitung dengan rumus: Y – Z – a x 100% X 4.2.3.5 Kadar Lemak Kasar 1. Kertas saring whatman 2. Dioven 14 jam dan didesikator 1 jam 3. Sampel ditimbang 2 gr (X) 4. Dibungkus dioven 1050c (± 14 jam) 5. Didesikator (10 menit) 6. Ditimbang (Y) 7. Dimasukan kedalam alat ekstraksi soxlet + ethyl ether 8. Diekstraksi (4-16 jam) sampai warna ethyl eter jernih 9. Diangin-anginkan sampai tidak bau eter 10. Dioven 1050C (± 14 jam) 11. Didesikator 15 menit 12. Ditimbang (Z) 13. Dihitung dengan rumus: Y – Z x 100% X 4.2.4 Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) 1. Sampel 7,05 gr 2. Ditimbang 3. Ditambahkan 25 ml alkohol netral 96% 4. Direfluk 15 menit 5. Disaring dengan kertas saring whatman 6. Diambil 10 ml 7. Ditambahkan indikator PP 8. Dititrasi dengan 0,1 N NaOH 9. Sampai warna merah muda 10. Dihitung dengan rumus: ml NaOH x N x Berat molekul asam lemak x 100% Berat contoh bahan 4.2.5 Penetapan Kadar Energi Bruto 1. Kertas saring dioven lalu ditimbang 2. Sempel ditimbang 0,5 gr 3. Dibungkus dan diikat dengan kawat kalori 4. Dipasang pada bomb kalorimeter 5. Diisi oksigen 6. Dimasukkan kedalam bucket 7. Dicatat temperaturnya 8. Dikeluarkan 9. CO dikeluarkan dari bomb 10. Dicuci dengan aquades 11. Kawat sisa dan volume air cucian dihitung 12. Air cucian diambil 10 ml + 2 tetes methyl orange 13. Dititrasi dengan Na2CO3 0,0725 N sampai warna kuning jernih 14. Dihitung dengan rumus: GE = Hg x koreksi benzoat V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Nomenklatur Bahan Pakan dan Pengenalan Alat 5.1.1 Nomenklatur Hijauan Tabel 1. Nomenklatur Hijauan No Nama Hijauan/ Ilmiah Bagian Sumber Defoliasi Grade Jenis Gambar 1. Rumput raja (Penisetum purpuroides) Aerial Energi 40 hari SK:10-11% PK:7-9% Graminae 2. Rumput gajah (Penisetum purpureum) Aerial Energi 40 hari SK:12-13% PK:8-9% Graminae 3. Setaria lampung (Setaria splendid) Aerial Energi 35 hari SK: 17-19% PK: 7-12% Graminae 4. Setaria anceps (Setaria spachelata) Aerial Energi 35 hari SK: 17-19% PK: 7-12% Graminae 5. Rumput benggala (Pennicum maximum) Aerial Energi 40 hari SK: 14-16% PK: 10% Graminae 6. Jagung (Zea mays) Aerial Energi 100 hari PK: 8,7% Lemak: 4,5% Limbah pertanian 7. Jerami padi (Oryza sativa) Aerial Energi 100 hari SK: 33% PK: 4-5% Graminae 8. Daun pisang (Musa parasidica) Daun Energi Dewasa SK: 10-11% PK: 4-5% Limbah pertanian 9. Rami (Boehmeria nivea) Aerial Energi 40 hari SK: 14-16% PK: 21-23% Leguminosa 10. Daun nangka ( Arthocarpus integra) Daun Energi Dewasa SK: 12-14% PK: 2-3% Limbah pertanian 11. Daun papaya (Carica papaya) Daun Energi SK: 22% PK: 22% Ramban 12. Daun singkong (Manihot utillisima) Daun Energi SK: 5-6% PK: 9-10% Limbah pertanian 13. Daun waru (Hibiscus thiliaceus) Daun Energi Dewasa 30-40 hari SK: 16-17% PK: 7% Ramban 14. Gamal (Glirisida machulata) Daun dan ranting Protein Dewasa 30 hari SK: 8-10% PK: 12-13% Leguminosa 15. Murbei (Morus indica L) Daun dan ranting Energi 35-40 hari SK:12-14% PK: 18,3% Ramban 16. Daun dadap (Erytrina lithospermae) Daun dan ranting Protein 45 hari SK: 8-9% PK: 3-4% Leguminosa 17. Lamtoro (Leucaena glauca) Daun dan ranting Protein 35-45 hari SK:7-8% PK:11-12% Leguminosa 18. Kaliandra (Caliandra callothyrsus) Daun dan ranting Protein 35-45 hari SK: 7-8% PK: 9-10% Leguminosa Bahan makanan ternak atau pakan diartikan sebagai semua bahan yang dapat dimakan oleh ternak. Bahan pakan mengandung sejumlah senyawa yang dibutuhkan oleh ternak dalam menunjang proses kehidupan yang disebut zat makanan. Setiap bahan pakan perlu diberi tata nama yang baku, karena: (1) jumlah bahan pakan ternak mencapai puluhan sampai ratusan, (2) diperlukan pencirian pemberian nama yang baik, (3) hasil sampingan yang dihasilkan dari produk pangan manusia semakin banyak, dan (4) processing menyebabkan bahan asal yang berbeda menjadi bahan baru dan kandungan gizi berubah (Sutardi, 2001). Ciri-ciri bahan makanan dibedakan dan dipisahkan dengan mengkhususkan dari kualitas-kualitas bahan makanan yang dihubungkan dengan perbedaan nilai gizinya. Pemberian tata nama Internasional didasarkan atas enam faset, yaitu: (1) asal mula, yaitu nama ilmiah dan nama umum; (2) bagian, yaitu bagian yang diberikan pada ternak sebagaimana proses yang dialami; (3) proses atau perlakuan, yang dialami oleh bagian tanaman pakan atau pengawetan; (4) tingkat kedewasaan, yang akan mempengaruhi nilai gizi hijauan, silage dan beberapa produk hewan ternak, (5) pemotongan atau defoliasi, khusus untuk hijauan. Beberapa tanaman hijauan dipotong dan dipanen beberapa kali dalam satu tahun, (6) grade atau garansi yang diberikan pabrik, misal kadar protein, lemak , serat kasar (Sutardi, 2002). Umumnya limbah pertanian berupa hijauan banyak dimanfaatkan sebagai pakan serat untuk ternak ruminansia (Guntoro, 2008). Salah satunya adalah tanaman pisang. Kandungan protein kasar bagian tanaman pisang tergolong rendah, tetapi kadar abunya tinggi. Hasil analisis laboratorium Balai Penelitian Ternak (BALITNAK) Bogor mendapatkan 15,5% rata-rata kadar total abu (Wina, 2011). 5.1.2 Pengenalan Konsentrat Tabel 2. Nomenklatur Konsentrat No Nama Asal Bagian Proses Sumber Grade Gambar 1 Tepung jagung Jagung Biji Dikeringkan, digiling Energi PK: 11% SK: 5% 2 Biji jagung merah Jagung Biji Dipipil Energi PK: 8,5% SK: 2,5% 3 Jagung kuning pipilan Jagung Biji Dipipil Energi PK: 8,5% SK: 2,5% 4 Molasses Tetes tebu Endapan tetes tebu Diendapkan/ kristalisasi Energi PK: 15-20% SK: 13% 5 Limbah roti Roti Limbah roti Dikeringkan, digiling Energi PK: 11% SK: 12% 6 Onggok Singkong Ampas singkong Dikeringkan, digiling Energi PK: 0,8% SK: 2,2% 7 Limbah soun Soun Limbah soun Dikeringkan, digiling Energi PK: 20% SK: 25% 8 Bekatul Kulit ari padi Kulit ari padi Dikeringkan, digiling Energi PK: 12% SK: 4% 9 Pollard Gandum Kulit ari gandum Dikeringkan, digiling Energi PK: 15% SK:10% 10 Millet Biji millet Biji Dipipil Energi PK: 8,4% SK: 6% 11 Urea Batuan alam Batuan alam Dihaluskan, pemurnian (kristalisasi) Protein PK:- SK:- 12 Tepung kedelai Kedelai Biji kedelai dikeringkan digiling Protein PK: 37,9% SK: 3,2% 13 Tepung ikan Ikan Ikan utuh dikeringkan digiling Protein PK: 54,6% SK: 2% 14 Tepung kerang Kerang Daging dalam kerang (bukan cangkang) dikeringkan digiling Mineral PK: 15-27% 15 Tepung darah sapi Sapi Darah sapi dikeringkan digiling Protein PK:90% SK: 1% 16 Tepung udang Udang Udang utuh dikeringkan digiling Protein PK: 65% SK:- 17 Bungkil kedelai Kedelai Bungkil kedelai/ limbah kedelai dikeringkan digiling Protein PK: 42% SK: 6% 18 Bungkil kelapa Kelapa Bungkil kelapa/ limbah kelapa dikeringkan digiling Protein PK: 20% SK: 12% 19 Tepung tulang ayam Ayam Tulang dikeringkan digiling Mineral PK: 12% SK: 2% 20 Tepung tulang ikan dan sirip Ikan Tulang ikan dan sirip dikeringkan digiling Mineral PK: 12% SK: 2% 21 Tepung cangkang keong Keong Cangkang keong Dicuci, dikeringkan, digiling Mineral PK: 15% SK: 0,08% 22 Premix Batuan alam Batuan Digiling Mineral PK: - SK: - 23 Tepung kerabang telur Telur Kerabang Dikeringkan, digiling Mineral PK: 7,6% SK:- 24 Tepung kepala udang udang Kulit Dikeringkan, digiling Mineral PK: 16 % SK: 11,4% 25 Kapur Batuan kapur Batuan kapur Dibakar (dikeringkan), digiling Mineral PK: 12,7% SK: 0,95% 26 Phosphat alam Batuan phosphat Phosphat Dikeringkan, digiling Mineral K: 0,80% 27 CuSO4 Batuab alam Batu phosphat Digiling/ dihaluskan mineral PK: - SK: - 28 Tepung kulit udang Udang Kulit Dikeringkan, digiling Mineral PK: 43, 40% SK: 17,6% 29 Feed aditive Berbagai komposisi pakan/ campuran vitamin, mineral, suplemen Berbagai komposisi pakan/ campuran vitamin, mineral, suplemen Divaksin/ dicampur Pakan tambahan PK: - SK: - Bahan makanan ternak atau pakan diartikan sebagai semua bahan yang dapat dimakan oleh ternak. Bahan pakan mengandung sejumlah senyawa yang dibutuhkan oleh ternak dalam menunjang proses kehidupan yang disebut zat makanan. Setiap bahan pakan perlu diberi tata nama yang baku, karena: (1) jumlah bahan pakan ternak mencapai puluhan sampai ratusan, (2) diperlukan pencirian pemberian nama yang baik, (3) hasil sampingan yang dihasilkan dari produk pangan manusia semakin banyak, dan (4) processing menyebabkan bahan asal yang berbeda menjadi bahan baru dan kandungan gizi berubah (Sutardi, 2001). Ciri-ciri bahan makanan dibedakan dan dipisahkan dengan mengkhususkan dari kualitas-kualitas bahan makanan yang dihubungkan dengan perbedaan nilai gizinya. Pemberian tata nama Internasional didasarkan atas enam fase, yaitu: (1) asal mula, yaitu nama ilmiah dan nama umum; (2) bagian, yaitu bagian yang diberikan pada ternak sebagaimana proses yang dialami; (3) proses atau perlakuan, yang dialami oleh bagian tanaman pakan atau pengawetan; (4) tingkat kedewasaan, yang akan mempengaruhi nilai gizi hijauan, silage dan beberapa produk hewan ternak, (5) pemotongan atau defoliasi, khusus untuk hijauan. Beberapa tanaman hijauan dipotong dan dipanen beberapa kali dalam satu tahun, (6) grade atau garansi yang diberikan pabrik, misal kadar protein, lemak , serat kasar (Sutardi, 2002). Umumnya limbah pertanian berupa hijauan banyak dimanfaatkan sebagai pakan serat untuk ternak ruminansia (Guntoro, 2008). Salah satunya adalah tanaman pisang. Kandungan protein kasar bagian tanaman pisang tergolong rendah, tetapi kadar abunya tinggi. Hasil analisis laboratorium Balai Penelitian Ternak (BALITNAK) Bogor mendapatkan 15,5% rata-rata kadar total abu (Wina, 2011). 5.1.3 Pengenalan Alat Tabel 3. Pengenalan Alat No Nama Gambar Fungsi 1 Bomb kalorimeter Analisis Gross Energi 2 Oven Memanaskan atau mengeringklan bahan dan alat 3 Waterbath Memanaskan/ penangas air 4 Kondensor Alat pendingin tegak 5 Kompor listrik Memanaskan/ merefluk larutan 6 Destruktor Destruksi saat analisis proksimat 7 Destilator Destilasi/ menguapkan N 8 Tanur Memijar, digunakan untuk analisis kadar abu 9 Tabung O2 Digunakan untuk analisis GE, memasukkan O2 ke dalam bomb kalorimeter 10 Becker glass Menampung larutan 11 Erlenmeyer Menampung larutan, tempat titrasi 12 Gelas ukur Mengukur larutan 13 Botol aquadest Tempat menyimpan aquadest 14 Labu kjeldahl Tempat bahan analisis protein kasar 15 Cawan porselen Tempat sampel, digunakan pada uji KA dan abu 16 Neraca ohaus Menimbang uji fisik (BJ) 17 Corong Tempat untuk menyaring 18 Batang pengaduk Mengaduk larutan/ sampel 19 Desikator Penstabil suhu 20 Soxhlet Ekstraksi lemak 21 Timbangan analitik Mengukur berat sampel dengan ketelitian 0,0001 gram 22 Filler Mengambil (menyedot) larutan 23 Penjepit Mengambil alat di dalam desikator, dan tanur 24 Pipet ukur Mengukur larutan 25 Pipet seukuran Mengukur larutan dengan volume tertentu/ yang telah ditentukan 26 Buret Digunakan untuk titrasi 27 Pipet tetes Mengambil larutan 28 Statif Penyangga biuret 26 Autoklaf Sterilisasi Praktikum mengenal alat bertujuan untuk menentukan tetapan hasil analisa kimia yang akurat. Penggunaan alat-alat laboratorium antara lain untuk penimbangan, penyaringan, pengukuran volume cairan, pemijaran, dan pengabuan, serta pengeringan (Sudarmadji, 1997). Sedangkan menurut Hartati (2002), penggunaan alat-alat laboratorium antara lain sebagai alat penimbang, pengukuran volume cairan, melarutkan zat padat, penyaringan, pemijaran, dan pengabuan serta penyaringan. Fungsi dari alat-alat laboratorium berbeda satu dan yang lain, begitu pula dengan cara penggunaannya harus sesuai dengan ketentuan agar hasil dari penggunaan itu baik. Layaknya timbangan yang digunakan dalam laboratorium perlu diketahui kapasitas dan ketelitian timbangan halus atau kasar (Sudarmadji, 1997). Fungsi dari alat-alat laboratorium berbeda satu dan yang lainnya, begitu pula dengan cara penggunaannya harus sesuai dengan ketentuan agar hasil dari penggunaan itu baik. Seperti timbangan yang digunakan dalam laboratorium terdiri dari berbagai jenis dan merk, yang perlu diketahui adalah kapasitas dan ketelitian timbangan yang akan digunakan apakah timbangan halus atau kasar (Sudarmadji, 1997). Jenis timbangan yang akan dipakai tergantung dari tujuannya, misalnya untuk penentuan kadar abu dan air harus digunakan neraca analitis dengan ketelitian 0,1 mg, sedangkan untuk menimbang bahan kimia yang akan dibuat menjadi larutan jenuh, cukup menggunakan timbangan yang lebih kasar. Alat-alat untuk penimbangan harus bersih dan telah dikeringkan dalam oven suhu 105º-110ºC dan didinginkan sampai suhu kamar dalam desikator selama 15 menit, demikian pula bila akan menimbang sesuatu yang panas harus didinginkan terlebih dahulu dengan cara yang sama. Selama menimbang harus digunakan alat penjepit untuk mengambil sesuatu agar tidak mempengaruhi beratnya. Zat kimia bisa diambil dengan sendok tanduk, spatula atau pipet (untuk bahan cair). Setiap menambah atau mengambil beban dari pan penimbang, timbangan harus dalam keadaan tidak bergerak atau nol. Apabila selesai menimbang, alat timbangan dibersihkan dan dikembalikan dalam keadaan terkunci (Sudarmadji,1997). 5.2 Hasil Uji Fisik Bahan 5. 2.1 Berat Jenis (Density) Sampel 1: Berat gelas ukur = 87,7 gr Berat (sampel-gelas ukur) = 122,3-87,7 = 34,6 gr BJ1= berat sampel = 34,6 = 0,346 gr/ml Volume gelas ukur 100 Sampel 2: Berat gelas ukur = 87,7 gr Berat (sampel-gelas ukur) = 121,6-87,7 = 33,9 gr BJ2 = berat sampel = 33,9 = 0,339 gr/ml Volume gelas ukur 100 BJ rata-rata = 0,346 + 0,339 = 0,3425 gr/ml 2 Besarnya berat jenis (density) bahan pakan penting diketahui, karena apabila suatu bahan pakan mempunyai nilai densitas yang rendah, yaitu perbandingan antara berat bahan pakan dengan volume lebih besar berarti intake untuk ternak hanya sedikit dan sebaliknya. Percobaan berat jenis pada praktikum uji fisik, penimbangan dilakukan sebanyak dua kali. Penimbangan pertama gelas ukur ditimbang beratnya 87,7 gr. Kemudian, gelas ukur diisi sampel yaitu bekatul hingga terisi sebanyak 100 ml tanpa ditekan dan kemudian ditimbang. Penimbangan pertama gelas ukur yang telah di isi sampel menghasilkan berat 122,3 gr dan hasil penimbangan kedua 121,6 gr. Berat jenis dihitung dengan cara berat sampel dibagi dengan volume dari gelas ukur. Hasil BJ yang didapat pada penimbangan sampel pertama yaitu 0,346 gr/ml dan kedua menghasilkan BJ 0,339 gr/ml. Hasil yang berbeda mungkin dikarenakan karakteristik permukaan partikel dan pemasukan sampel yang kurang teliti kedalam gelas ukur. Dilihat dari nilai berat jenisnya ternyata dari kedua sampel menunjukan nilai di bawah 1 yang berarti lebih kecil dari volume. Hasil praktikum diperoleh nilai berat jenis 0,346 gr/ml dan 0,339 gr/ml. Pakan yang baik adalah nilai densitasnya lebih besar, sehingga intake pakan meningkat (Sudarmadji, 1997). 5. 2.2 Luas Permukaan Spesifik Sampel 1: Berat sampel = 1,0007 gr Luas = 46,5 cm2 LPS1 = luas = 46,5 = 46, 467 cm2/gr berat 1,0007 Sampel 2: Berat sampel = 1,0008 gr Luas = 62,75 mm2 LPS2 = luas = 62,75 = 62, 699 cm2/gr berat 1,0008 LPS rata-rata = 46, 467 + 62, 699 = 54,583 cm2/gr 2 Luas permukaan spesifik adalah luas permukaan spesifik bahan pakan dengan berat tertentu. Luas permukaan spesifik berperan untuk mengetahui tingkat kehalusan bahan pakan tanpa diketahui distribusi, ukuran komposisi partikel secara keseluruhan (Sutardi, 2002). Sampel pertama seberat 1,0007 gr dan sampel kedua seberat 1,0008 gr, luas permukaan spesifik yang diperoleh pada sampel pertama adalah 46, 467 cm²/gr dan pada sampel kedua menghasilkan LPS sebesar 62, 699 cm­­²/gr. LPS rata-ratanya sebesar 54,583 cm­­²/gr. Hasil LPS yang berbeda-beda dapat disebabkan karena berat sampel yang berbeda dan kurang tepat saat meratakan sampel diatas kertas millimeter blok, maupun saat menghitung luas sampel yang kurang teliti. Luas permukaan spesifik sangat besar pengaruhnya untuk keefisienan suatu proses penanganan seperti packaging, transportasi dan penyimpanan. Apabila luas permukaan spesifik besar atau tingkat kehalusan tinggi maka dalam suatu packaging akan memuat bahan pakan yang lebih banyak, hal ini berarti transportasi dan penyimpanan akan menjadi berkurang. Hal ini sesuai dengan pendapat Jaelani (2007), yang menyatakan bahwa keefisienan suatu proses penanganan, pengolahan dan penyimpanan dalam industri pakan tidak hanya membutuhkan informasi tentang komposisi kimia dan nilai. 5. 2.3 Daya Ambang Sampel 1: Jarak = 1 m Waktu (t) = 5,31 sekon/ detik DA1 = jarak = 1 = 0,18 m/detik waktu 5,31 Sampel 2: Jarak = 1 m Waktu (t) = 1,22 sekon/detik DA2 = jarak = 1 = 0,81 m/detik waktu 1,22 DA rata-rata = 0, 18+ 0, 81 = 0,495 m/detik 2 Daya ambang adalah jarak yang ditempuh oleh suatu partikel bahan bila dijatuhkan dari ketinggian tertentu dalam waktu tertentu. Rata-rata hasil perhitungan daya ambang adalah 0,495 m/detik. Daya ambang yang terlalu lama akan menyulitkan dalam proses pencurahan bahan karena dibutuhkan waktu yang lebih lama (Jaelani, 2007). Pada saat praktikum sampel yang digunakan seberat 1 gram, dan alat yang digunakan adalah stopwatch. Sampel diukur dengan menghitung waktu yang dijatuhkan dengan ketinggian 1 m. Sampel pertama seberat 1,0007 gram tercatat waktu 5,31 detik dan sampel kedua seberat 1,0008 dibutuhkan waktu 1,22 detik untuk sampai ke lantai. Daya ambang pada sampel pertama adalah 0,18 m/detik dan daya ambang pada sampel kedua adalah 0,81 m/detik. Perbedaan hasil daya ambang dapat disebabkan oleh kurang tepatnya penekanan stopwach dengan jatuhnya sampel. Hal-hal yang harus diperhatikan saat menjatuhkan sampel: lantai, tempat jatuhnya, bahan diberi alas dengan aluminium foil untuk memudahkan pengamatan saat jatuh. Diupayakan pengaruh udara diperkecil yaitu dengan menutup setiap lubang yang memungkinkan angin masuk (Jaelani, 2007). Daya ambang berperan terhadap keefisienan pemindahan atau pengangkutan. Apabila daya ambang suatu bahan pakan kecil maka waktu yang dicapai juga kecil, sebaliknya jika daya ambangnya besar maka waktu yang dicapai juga besar. Perhitungan daya ambang bertujuan untuk efisiensi pemindahan atau pengangkutan yang menggunakan alat penghisap, pengisian silo yang menggunakan gaya gravitasi dan daya ambang berbeda akan terjadi pemisahan partikel (Sutardi, 2002). 5.2.4 Sudut Tumpukan Sampel 1: Berat = 200 gr Tinggi (t) = 6,4cm Diameter (d) = 19,5 cm tg α1 = 2t = 2 (6,4) = 0,656 α = 33,26º d 19,5 Sampel 2: Berat = 200 gr Tinggi (t) = 6,5 cm Diameter (d) = 23 cm tg α2 = 2t = 2 (6,5) = 0,65 α = 29,466º d 20 STRata-rata = 33,26º + 29,466º = 31,363º 2 Sudut tumpukan atau angle of repose didefinisikan sebagai sudut yang dibentuk oleh permukaan bidang miring bahan yang dicurahkan membentuk gundukan dengan bidang horizontal. Sudut tumpukan merupakan kriteria kebebasan bergerak satu partikel pakan dalam tumpukan. Semakin tinggi tumpukan, maka semakin kurang bebas suatu partikel bergerak dalam tumpukan. Sudut tumpukan berperan antara lain dalam menentukan flowabivity (kemampuan mengalir suatu bahan, efisiensi pada pengangkutan atau pemindahan secara mekanik, ketepatan dalam penimbangan dan kerapatan kepadatan tumpukan. Besarnya sudut tumpukan dari hasil percobaan berupa bekatul adalah 31,363o. Percobaan dalam praktikum dilakukan sebanyak dua kali. Besarnya sudut tumpukan dari hasil percobaan pertama dengan diameter 19,5 cm dan tinggi 6,4 cm adalah α = 33,26º. Sedangkan pada percobaan kedua dengan diameter 23 cm dan tinggi 6,5 cm besarnya sudut tumpukan adalah α = 29,466º. Sehingga rata-rata sudut tumpukan yang diperoleh dari dua percobaan tersebut adalah α = 31,363º. Menurut Sudarmadji (1997), sudut tumpukan antara 30-39 termasuk ke dalam kelompok sedang, dimana sifat kemudahan bahan pakan dalam penanganan atas dasar pengangkutan relatif sedang. Sudut tumpukan merupakan faktor yang mempengaruhi homogenitas campuran. Perbedaan keragaman ukuran materi dalam campuran dapat mngakibatkan pemisahan secara nyata apabila materi mempunyai perbedaan sudut tumpukan (Axe, 1995). 5. 3 Hasil Analisis Proxsimat 5. 3.1 Kadar Air dan Kadar Bahan Kering Berat cawan (X) = 38, 648 gr Berat sampel (Y) = 2,0009gr Berat sampel setelah dioven (Z) = 40, 4570 gr Kadar Air = X + Y - Z x 100 % = 38, 648 + 2,0009 – 40, 4570 x 100 % Y 2,0009 = 9,62 % Bahan Kering = 100 % – KA = 100% – 9, 62% = 90,38 % Beberapa kelemahan analisis proksimat, yaitu (a) system tidak mencerminkan zat makanan secara individu dari zat makanan, (b) kurang tepat, terutama analisis serat kasar dan lemak kasar, akibatnya untuk kalkulasi BETN juga kurang tepat, (c) proses memerlukan waktu yang cukup lama, (d) tidak dapat menerangkan lebih jaun tentang daya cerna, palatabilitas dan tekstur suatu bahan pakan (Soejono, 2004). Sutardi (2002), menyatakan bahwa tinggi rendahnya kadar air dalam bahan pakan harus diatur. Kadar ini menentukan komposisis kandungan nutrient pakan. Faktor yang mempengaruhi kadar air salah satunya adalah metode pengeringan dan kandungan air dari suatu bahan pakan. Pakan dapat disimpan jika bahan pakan mempunyai kandungan air 13,5%, karena kandungan gizi yang terlalu tinggi akan merusak nutrien dari bahan pakan karena di degradasi oleh bakteri. Kadar air limbah soun hasil praktikum adalah 9,62%, maka bahan ini termasuk pakan yang baik karena kadar air melebihi 14%. 5. 3.2 Kadar Abu dan Kadar Bahan Organik Berat sampel (Y) = 2,0009 gr Berat sampel sebelum ditanur (x) = 38,6486gr Berat sampel setelah ditanur (z) = 38,8903 gr Kadar Abu = Z – X x 100 % = 38,3059 – 38,2849 x 100 % = 12,03 % Y 2,0005 Bahan Organik = Bahan Kering – Kadar Abu = 90,38% – 12,03% = 78,35 % Kadar abu suatu bahan pakan ditentukan kandungan pembakaran bahan pada suhu tinggi (500-600%). Suhu yang tinggi pada bahan organic yang ada akan terbakar sempurna menjadi CO2, H2O, dan gas lain yang menguap, sedang sisanya merupakan merupakan abu atau campuran dari berbagai oksida mineral. Kadar abu yang didapat pada saat praktikum adalah 12,03% dan kandungan bahan organic sebesar 78,35%. Hal ini menunjukan bahwa limbah soun banyak mengandung karbon. 5. 3.3 Kadar Protein Kasar Berat sampel (x) = 0,1007 gr Volume titran (y) = 2,52 ml Protein Kasar = ml titran x N HCl x 0,014 x 6,25 x 100 % X = 2,52 x 0,1 x 0,014 x 6,25 x 100 % = 21,89 % 0,1007 Pertama diasumsikan bahwa semua nitrogen bahan pakan merupakan protein padahal kenyataannya tidak semua nitrogen berasal dari protein dan kedua, bahwa kadar nitrogen protein 16%, tetapi kenyataannya kadar nitrogen protein tidak selalu 16% (Soejono, 2004). Tahapan dalam proses mendapatkan protein kasar antara lain: (1) Destruksi, (2) Destilasi, dan (3) Titrasi. Hasil dari kadar serat kasar pada pakan komplit sapi potong adalah 19,878%. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, yaitu kandungan kadar serat kasar sebesar 15,25%-20%. 5. 3.4. Kadar Serat Kasar Berat sampel (x) = 1,0011 gr Berat kertas saring (a) = 0,3869 gr Berat setelah oven (y) = 39, 0279 gr Berat setelah tanur (z) = 38,4420 gr Serat Kasar = Y – Z – a x 100 % = 39, 0279 – 38,4420 – 0,3869 x 100 % X 1,0013 = 19,878 % Thomson (1993), menyatakan bahwa serat kasar merupakan salah satu nutrien yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin, dan gliserida. Metode pengukuran kandungan serat kasar pada dasarnya mempunyai konsep yang sederhana. Langkah pertama metode pengukuran kandungan serat kasar adalah menghilangkan semua bahan yang larut dalam asam dengan pendidihan dalam asam sulfat. Bahan yang larut dalam alkali dihilangkan dengan pendidihan dalam larutan sodium alkali. Residu yang tidak larut dikenal sebagai serat kasar. Hasil dari analisis kadar serat kasar pada tepung limbah soun adalah 19,878%. Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan Tillman (1993), konsentrat dikatakan sebagai sumber energi apabila mempunyai kandungan protein kasar kurang dari 20 % dan serat kasar 18 %. 5. 3.5 Kadar Lemak Kasar Berat sampel (x) = 1,0006 gr Berat setelah oven I (y) = 1,2943 gr Berat setelah oven II (z) = 1,2900 gr Lemak Kasar = Y – Z x 100 % = 1,2943 – 1,2900 x 100 % = -0, 429 % X 1,0006 Analisis kadar lemak kasar dapat dilakukan dengan metode langsung yang berprinsip bahwa lemak dapat diekstrasi dengan eter atau pelarut lemak lainnya, sedangkan metode tidak langsung berprinsip lemak tidak dapat diekstrasi oleh eter atau pelarut lainnya (Tilman, 1993). Praktikum yang dilakukan pada pengujian kadar lemak kasar didapatkan hasil -0,429%. Hasil ini tidak sesuai, karena pada saat pengukuran atau penimbangan sampel sebelum dioven, sesudah dioven pertama dan kedua, terdapat kesalahan dalam pembacaan angka, sehingga hasil yang didapat tidak akurat. 5. 4 Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid/ FFA) ml NaOH = 2,6 ml N NaOH = 0,1 Berat molekul asam lemak = 278 Berat sampel = 7,0512 % FFA = ml NaOH x N x berat molekul asam lemak x 100 % Berat sampel x 1000 = 2,6 x 0,1 x 278 x 100 % = 1, 025 % 7,0512 x 1000 Analisis proksimat yang dilakukan meliputi pengukuran kadar air, protein, lemak, abu, serat kasar dan BETN. Sedikit pembahasan tentang FFA (Free Fatty Acid) merupakan salah satu factor penentu jenis proses pembuatan metal ester. Umumnya minyak murni memiliki kadar FFA rendah (sekitar 2%), sehingga dapat langsung diproses dengan metode transesterifikasi. Jika kadar asam lemak bebas minyak tersebut masih tinggi, sebelumnya perlu dilakukan prasterifikasi dengan menentukan terlebih dahulu harga FFA minyak. Jika bahan yang digunakan adalah bahan yang memiliki kadar FFA tinggi (>5%), maka proses transesterifikasi yang dilakukan untuk mengkonversi minyak menjadi metal ester tidak akan berjalan efisien. Bahan-bahan tersebut perlu melalui praesterifikasi untuk menurunkan kadar FFA hingga di bawah 5% (Hasjmy, 2007). 5.5 Penetapan Energi Bruto Berat sampel = 0,5014 gr Berat kertas = 0,2254 gr Sisa kawat = 5,5 cm Air cucian = 5,3 ml ta (suhu konstan) = 27,63º tc (suhu tertinggi) = 28,01º tc1 = 27,64º Ta (waktu pembakaran) = 5 Tc = ½ x jumlah pembakaran = ½ x 10 = 5 E1 = vol. air cucian x ml titrasi = 5,3 x 0, 27 = 0, 1431 10 10 E2 = (panjang kawat – sisa kawat) x 2,3 = (12 – 5,5) x 2,3 = 14,95 E3 = 0,2254 gr (berat kertas) r1 = tc1 – ta = 27,64º – 27,63º = 0,002 5 5 Tb = 0,6 x (Ta + Tc) = 0,6 x (5 + 5) = 6 T = (tc – ta) – r1 x │Ta – Tb│ = (28,01º – 27,63º) – 0,002 x │5 – 6│ = 0,38 – 0,002 = 0,378 Hg = (2423 x T) – E1 – E2 – E3 = (2423 x 0,378) – 0, 1431 – 14,95 – 0,2254 Berat sampel x BK % 0,5014 x 90,38 % = 1.988,025 GE = Hg x koreksi benzoat = 1988,025 x 0,985 = 1.958,204 GE kertas = 178,224 x berat kertas = 178,224 x 0,2254 = 401, 718 GE total = GE – GE kertas = 1958,204 – 401, 718 = 1.556,491 kkal/gr Gross energi diartikan sebagai energi yang dinyatakan dalam panas bila suatu zat dioksider secara sempurna menjadi CO2 dan air. Tentu saja CO2 dan air inilah yang masih mengandung energy, akan tetapi dianggap mempunyai tingkat nol karena hewan sudah tidak bias memecah zat-zat melebihi CO2 dan air. Gross energy diukur dengan alat bomb calorimeter. Apabila N dan S terdapat dalam senyawa sampingan karbon H dan O (C1H dan O). Unsur-unsur tersebut akan timbul sebagai oksida nitrogen dan sulfur pada waktu senyawa ini dioksider dalam bomb calorimeter. Analisis kimia untuk mendapatkan energi bruto bahan pakan dengan prosedur AOAC (1990). Gross energy (GE) adalah energi yang terkandung dalam bahan pakan berdasarkan nilai ekuivalen untuk kaarbohidrat 4,1 kkal/ g (17,2 kJ/ g), lemak 9,5 kkal/ g (39,8 kJ/ g), dan protein 5,6 kkal/ g (23,4 kJ/ g) (Bioscientiae, 2011). Energi kotor (gross energi, GE) juga merupakan sejumlah panas yang dilepaskan oleh satu unit bobot bahan kering pakan bila dioksidasi sempurna. Energi kotor bahan pakan ditentukan dengan jalan membakar dalam bomb calorimeter. Tidak semua GE bahan pakan dapat dicerna, sebagian akan dikeluarkan bersama feses. Energi kotor dalam feses disebut feal energy (FE) (Hermawati, 2011). VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Pemberian nomenklatur bertujuan untuk menghindari kesamaan nama antara jenis pakan yang satu dengan pakan yang lain. Pemberian nama terbagi menjadi enam faset yaitu ; asal, bagian, proses, umur, defoliasi dan grade. Dan pengenalan alat digunakan untuk mempermudah proses praktikum karena praktikan sudah mengetahui kegunaan alat yang telah dikenalkan. 2. Kualitas sifat fisik suatu bahan tergantung dari berat jenis (density), luas permukaan spesifik, daya ambang dan susut tumpukan. 3. Analisis proxsimat dapat digunakan untuk menghitung kadar komposisi bahan pakan tetapi tidak dapat memberikan penjelasan kualitas suatu bahan. 4. Semakin kecil asam lemak bebas yang terkandung pada bahan makanan ternak menunjukan bahan tersebut tidak mudah tengik atau basi dan sebaliknya. 5. Tinggi rendahnya energi dipengaruhi oleh kandungan protein. 6. Hasil dari analisis proxsimat, Free Fatty Acid, dan Energi Bruto dapat digunakan dalam penyusunan ransum. 6.2 Saran 1. Saat praktikum alat yang akan digunakan sebagai wadah bahan yang akan ditimbang harus dikeringkan terlebih dahulu. 2. Praktikan harus lebih teliti lagi dalam menjalani praktikum agar hasil yang didapat lebih tepat. 3. Perlu diperhatikan cara menentukan batas tinggi cairan yang diukur dalam proses titrasi. 4. Saat menimbang dan mengambil sesuatu dari oven atau tanur harus mengunakan alat penjepit. 5. Saat melakukan perhitungan harus lebih teliti.